4 Jan 2014

Urgensi Kepatuhan Syariah dalam Akad & Transaksi (Powerpoint)

Saat sambutan dalam pembukaan Sertifikasi Dewan Pengawas BMT di Hotel Kaisar awal Desember 2013 yang lalu, KH. Makruf Amin ketua MUI mengatakan, bahwa kemungkinan kesalahan dalam pelaksanaan ekonomi syariah ada pada tiga tempat : yang pertama adalah fatwanya, kedua adalah produknya, dan ketiga adalah aplikasinya. Statemen ini sangat menarik untuk dicermati lebih jauh, mengingat sampai saat ini memang banyak kalangan dari umat Islam sendiri yang menyangsikan bahkan apatis dengan pelaksanaan ekonomi syariah di negara ini.

Adapun tentang fatwa, ini adalah wilayah ijtihadnya Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, yang sejak tahun 2001 sampai saat ini telah menelorkan sekitar 86 fatwa tentang transaksi di Lembaga Keuangan Syariah. Setiap fatwa yang dihasilkan oleh DSN MUI keluar setelah benar-benar melalui proses pembahasan yang marathon dan mendalam. Di Indonesia, DSN MUI memiliki otoritas dalam berfatwa seputar ekonomi syariah yang menjadi acuan bagi lembaga keuangan syariah di negara ini, sementara fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) di tiap LKS atau perbankan adalah untuk mengawasi dan menerjemahkan fatwa DSN dalam bentuk produk yang lebih aplikatif. Di negara timur tengah hal ini tidak kita dapatkan, sehingga antar DPS perbankan bisa terjadi perbedaan fatwa yang menjadikan masyarakat bertambah bingung.

Di Indonesia, jika ada individu atau lembaga yang berbeda secara fatwa dengan DSN MUI, maka seharusnya saling menghargai dan membuka dialog untuk membahas fatwa tersebut dengan dialog ilmiah penuh kecintaan dan semangat mencari kebenaran. Dalam kaidah ushul fiqh di kenal istilah : al-ijtihad la yundodzu bi mitslihi , artian secara sederhananya : sama-sama berijtihad, dilarang saling menyalahkan.

Adapun tentang produk, maka ini berada di wilayah bank syariah dengan Dewan Pengawas Syariahnya. Biasanya lahirnya sebuah produk akad diawali usulan dari pihak manajemen Bank, dilengkapi dengan ketentuan, syarat dan SOP pelaksanaannya. Usulan inilah yang kemudian ditelaah oleh DPS untuk dilihat apakah sesuai dengan fatwa DSN MUI atau tidak. DPS kemudian membuat opini syariah untuk menegaskan bahwa produk tersebut sudah sesuai dan bisa berlanjut. Maka disini perlu kehati-hatian, kecermatan dan kecerdasan DPS dalam menghubungkan antara yang tercantum dalam fatwa MUI, dengan usulan produk yang diajukan oleh pihak manajemen.

Setelah fatwa, produk, maka kemungkinan kesalahan ada di tingkat aplikasi, dan sayang seribu sayang, justru terkadang tingkat kesalahan, bahkan penyimpanan paling banyak ada di sektor ini. Bisa dipahami, sebagian besar SDM Ekonomi Syariah berasal dari konvensional yang barangkali masih belum berhasil untuk 'move on' dan 'turn over' ke sistem syariah, yang memang mengharuskan SOP yang ketat dan bertingkat. Sehingga yang terjadi dilapangan seolah terjadi penggampangan yang dilakukan secara sengaja, bagi sebagian praktisi ekonomi syariah, hanya dengan memberikan label akad syariah seolah-olah sudah menyelesaikan seluruh kebimbangan. Hal inilah yang menjadikan perjalanan lembaga keuangan syariah tidak pernah sepi dari kritikan, karena kenyataan di lapangan menunjukkan banyak yang meremehkan seputar aplikasi akad syariah tersebut.

Karena itulah, presentasi berikut ini saya buat untuk mengingatkan kembali para SDM ekonomi syariah untuk lebih komitmen dalam menjalankan aplikasi akad. Karena secara umum, fatwa DSN MUI dan produk akad yang sudah disahkan oleh DPS relatif telah sesuai dengan syariah, tinggal persoalan aplikasi yang masih saja selalu bermasalah di lapangan.

DOWNLOAD POWERPOINT URGENSI KEPATUHAN SYARIAH :

http://www.4shared.com/file/dCYWrHAuce/Urgensi_Kepatuhan_Syariah.html

Semoga bermanfaat dan salam optimis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar