22 Jul 2011

Seri Taiwan (2) : Menapak Jejak di Masjid Longgang Chung Li

Di Indonesia, karena saking banyak masjid maka perlu nama khusus untuk membedakan sebuah masjid dengan masjid lainnya dalam suatu daerah yang sama. Maka ada berbagai nama masjid yang kita kenal, dari mulai yang menggunakan nama dan sifat Allah, nama surat dalam Al-Quran, sampai juga nama pendiri atau penyandang dananya.  Namun hal ini tidak berlaku di Republik Cina (Taiwan) Centennian. Masjid di negara yang seluas propinsi Jawa Barat ini hanya berjumlah enam buah saja. Dua di ibu kota, dan empat yang lainnya tersebar membentang dari utara hingga bagian selatan pulau Formosa ini. Maka nama masjid tidak lagi diperlukan, cukup disebutkan nama daerah dan pasti tidak akan salah.

Perjalanan dakwah ke Taiwan kali ini, saya bukan hanya menyinggahi tapi juga tinggal di Masjid di daerah ChungLi, yang terletak di Taoyuan County sekitar satu jam dari ibukota Taipei.  Meskipun disebut masjid, namun fasilitas yang ada di dalamnya lebih tepat untuk disebut dengan islamic center. Bangunan utama dengan dua lantai nampak berdiri gagah berdiri di tengah bangunan yang lainnya. Lantai satu untuk aula tempat pertemuan, seminar, kajian bahkan juga pernikahan, sementara lantai dua untuk sholat dan peribadatan.  Masjid itu disekelilingi dengan bangunan-bangunan penunjang kegiatan keislaman yang mengitarinya, yang juga berlantai dua. Antara masjid dan bangunan ada halaman kecil yang berlantai yang juga digunakan untuk bermain dan parkir kendaraan.  Jadi ibaratnya sebuah meeting room  yang besar, maka bangunan masjid adalah meja utama tempat pertemuan, sementara bangunan-bangunan disekelilingnya adalah kursi-kursi yang berjajar di sekitar meja dengan membentuk format U. Sudah terbayangkan bukan ? .

Dari jalanan utama, pintu akses menuju masjid ini cukup sederhana. Hanya sebuah gerbang hijau yang sederhana, mungkin tidak sebesar gapura makam Mbah Priuk ataupun gapura di depan Masjid Agung Surakarta. Pintunya ditutup setelah jam 9 malam, dan dibuka dengan menggunakan kunci yang berupa remote. Mari kita telusuri sejenak beberapa bangunan yang ada di masjid ini, lalu kita lanjutkan dengan kegiatan dan peribadatan yang ada di dalamnya.

Bangunan awal pada sisi kanan atau utara masjid adalah madrasah atau sekolahan untuk anak-anak muslim. Dari mulai usia TK sampai SD. Hanya disinilah mereka belajar menimba ilmu keislaman. Pada hari-hari sekolah biasa, mereka memenuhi sekolah ini pada Sabtu dan Minggu saja. Namun pada saat liburan sekolah, mereka bisa setiap hari masuk untuk lebih intensif dalam memperdalam ilmu keislaman.  Sayang sekali ada kenyataan bahwa ada kecenderungan para orang tua muslim kurang telaten dalam mengajarkan baca dan tulis alquran, maka akhirnya mereka lebih menekankan sisi hafalan alquran dari pada cara membacanya. Mungkin metode iqro yang telah membumi di Indonesia, seharusnya bisa ditularkan disini karena kepraktisannya pada beberapa hal tertentu.

Bangunan berikutnya adalah daurotul miyah atau tempat mandi dan berwudhu, dibagi menjadi dua bagian dengan dua pintu dan bangunan yang terpisah yaitu untuk laki-laki dan wanita.Meskipun untuk hal-hal yang berbau MCK, namun tidak identik dengan kotor. Yang ada adalah bersih dan harum mewangi, setidaknya kesan itu tertangkap dengan jelas saat pertama kali memasukinya.Di bagian laki-laki, sisi sebelah kanan berjajar beberapa toliet/ WC khusus, sementara sisi kiri berjajar beberapa kamar mandi lengkap dengan showernya. Ditengah-tengah ada tembok pemisah setinggi orang dewasa yang masing-masing sisinya digunakan untuk berwudhu.  Disebelah dalam ternyata juga dilengkapi dengan fasilitas mesin cuci dan pengering. Siapa saja yang berminat menggunakan tinggal klik-klik saja maka akan segera tersenyum riang terpuaskan.

Beberapa keunikan saya temukan di bagian daurotul miyah ini. Diantaranya adalah kran wudhu yang memang diposisikan agak ke bawah sehingga mau tidak mau kita harus jongkok atau duduk agar bisa berwudhu dengan sempurna. Sebenarnya di beberapa pesantren di Indonesia hal semacam ini juga sudah biasa. Di Sudan juga saya temukan hal yang sama, namun yang unik disini adalah kita disediakan tempat duduk plastik di depan setiap krannya. Sehingga kita bisa menikmati wudhu dengan posisi duduk yang sempurna.  Keunikan lainnya, disela-sela antara kran yang satu dengan yang lainnya ada tempat sabun cair wangi yang akan keluar dengan mudah dengan sekali pencet saja. Mungkin untuk membuka wudhu bisa didahului dengan cuci tangan dengan sabun tersebut untuk kesempurnaan kesiapan wudhu kita.

Hal menarik lainnya, tentang sandal dan tempat wudhu. Ada jarak antara pintu masuk dengan tempat wudhu dan kamar mandi sekitar dua meter. Ini kawasan semacam ‘transit’ bagi yang mau masuk berwudhu ataupun keluar. Ini wilayah yang kering  yang di dalamnya ada banyak tempat gantungan untuk tas dan semacamnya. Juga ada rak untuk menyimpan sandal. Perlu diketahui disini sandal anda yang bermerek apapun harus dilepas dan diganti dengan sandal yang memang khusus disiapkan untuk memasuki area basah. Ini jelas sangat menguntungkan, bagi Anda yang memakai sepatu termahal di dunia pun tidak perlu takut basah dengan aktifitas wudhu dan toilet yang Anda lakukan. Di ruangan yang sama disediakan banyak handuk yang tertata rapi dan tempat tisu yang besar. Kebiasaan di sini setelah berwudhu, lalu ambil sebuah handuk untuk membasuh bekas wudhu yang masih basah. Handuk-handuk yang telah terpakai pun mendapat tempat khusus. Sebuah pengalaman berwudhu yang unik dan .... sedikit ribet mungkin menurut kebanyakan orang indonesia.  Bangunan paling ujung di sisi sebelah utara adalah ruangan untuk memandikan jenazah. Di depannya ada dispenser yang bisa menghasilkan air tiga rasa, bukan rasa jeruk, aple dan mangga, namun rasa panas, dingin dan hangat. Hampir setiap pagi saya menyempatkan diri mengunjungi dispenser ini untuk melanjutkan tradisi ‘wedangan pagi’ sebagaimana biasa bersama istri di Indonesia.

Bangunan berikutnya di sisi sebelah timur adalah ruangan kantor Masjid, yang mungkin disini setara dengan Yayasan karena dilengkapi dengan struktur, program dan pendanaan yang kuat. Manager Masjid juga terlihat berkantor setiap hari meskipun tidak setiap saat. Di sebelah selatan kantor yayasan, ada ruangan kantor imam. Di dalamnya ada meja kerja, tempat menerima tamu, dan juga dilengkapi dengan rak-rak buku dan kitab yang tak seberapa banyak namun sangat dibutuhkan di sini. Sebelah selatan lagi ada mushola untuk muslimah, berlantai dua. Satu lantai untuk ruangan khusus dan dapur, dan lantai atas untuk peribadatan. Meskipun ada bangunan mushola yang terpisah dengan masjid, namun pada beberapa waktu sholat kaum muslimah ikut hadir juga bergabung di masjid yang utama.

Sisi paling akhir dari bangunan sebelah timur masjid adalah ruangan sekretariat FOSMIT (Forum Silaturahim Muslim Indonesia Taiwan).  Kaum muslimin warga negara indonesia baik yang bekerja maupun belajar, di masjid Chung Li ini mendapat tempat khusus di hati kaum muslimin lainnya, dan secara khusus pihak pengelola masjid. Maka merekapun menyediakan kantor khusus bagi FOSMIT dan membuka peluang untuk berbagai macam bentuk kegiatan yang diselenggarakan. Setiap Sabtu dan Ahad, masjid Chung Li ini memang menjadi tempat rujukan pekerja dan pelajar Indonesia di ChungLi, untuk saling bertemu bersilaturahim, menuntut ilmu, dan menjalankan serangkaian kegiatan islam lainnya. Rasanya perlu tulisan khusus untuk membahas berbagai kegiatan FOSMIT dan semangat para aktifisnya dalam berdakwah di Taiwan ini.

Bangunan terpisah di sebelah kiri masjid juga terdiri dari dua lantai, sebagaimana telah saya sebutkan dalam postingan sebelumnya. Lantai pertama adalah dapur umum besar yang juga dilengkapi dengan aula tempat makan, yang sekilas dari luar mungkin mirip tempat kuliner atau  warung makan yang cukup luas. Ada meja dan kursi berwarna-warni yang menghiasnya. Setiap Jumat atau momentum tertentu ada acara makan bersama, maka dapur ini menjadi tulang punggungnya. Aktifitas FOSMIT yang membutuhkan logistik banyak pientang pun senantiasa diproduksi bersama-sama disini, meski tidak selalu di dapur besar. Lantai dua adalah tempat sit ahong (ustadz atau imam muda), ‘kebetulan’ sekitar satu bulan ini saya menyinggahi ruangan di lantai dua ini. Ada kamar mandi, ruangan perpustakaan yang luas (ruangannya) namun bukunya belum seberapa (siapa yang ingin nyumbang lagi ?), ada ruangan kantor dengan monitor komputer 18 inchi, serta tentu saja ruangan tidur dengan corak lantai karpet puzzle merah abu-abu yang cukup indah.

Saya yakin yang tertulis disini belum bisa menggambarkan asli suasana keindahan Masjid Chung Li. Masih ada bangunan utama yang belum kita bahas disini. Insya Allah dalam postingan berikutnya sekaligus membahas tentang beberapa keunikan seputar tata cara sholat di sini.

1 komentar:

  1. Allahu Akbar..barokallohu fiikum Ustadz, membacanya serasa ikut ke taiwan.

    BalasHapus