4 Agu 2010

Tidurnya Orang Berpuasa Ibadah ?

Dr. Yusuf Qardhawi pernah menyatakan keheranan mengapa Ramadhan yang dalam sejarah senantiasa mengantarkan umat Islam pada kemenangan dan kejayaan, tetapi pada saat ini nyaris tiada sedikitpun menggugah nasih umat yang besar ini. Beliaupun kemudian mencoba menganalisa, bahwa hal ini disebabkan karena perbedaan kualitas kaum muslimin dalam mengisi Ramadhan dari jaman ke jaman.

Jika dahulu kala Romandhon benar-benar menjadi momentum untuk menempa fisik dan mental secara intensif, maka kemudian lahir jiwa-jiwa pejuang yang siap mengusung beban dakwah Islam, maka hal tersebut sekarang mulai ditinggalkan. Lalu bagaimana cara sebagian besar kaum muslimin saat ini dalam mengisi Ramadhan ? Kebanyakan adalah membagi waktunya menjadi dua bagian besar selama Ramadhan. Yaitu, pertama : bermalas-malasan dan tiduran di siang hari, kemudian makan sekenyang-kenyangnya dan bergembira mencari hiburan di malam hari. Barangkali inilah kunci mengapa Ramadhan nyaris tak membuat perubahan bagi umat kita di hari-hari ini.

Uniknya, salah satu yang sering dijadikan hujjah dan alasan pembenaran dari serangkaian kemalasan di siang hari adalah sebuah hadits yang cukup populer. Yaitu tentang bagaimana tidurnya orang berpuasa bernilai ibadah. Sahabat blogger Indonesia yang optimis, mari sejenak mencermati hadits yang fenomenal dan menggelitik hati kita tersebut, dari tiga sisi :

Pertama : Seputar riwayat hadits tersebut.


Lafadzh yang paling terkenal adalah ungkapan : Tidurnya orang puasa merupakan ibadah, diamnya merupakan tasbih, amalnya dilipat-gandakan (pahalanya), doanya dikabulkan dan dosanya diampuni. Riwayat ini ada dalam Jami’us Shogir, As-Suyuthi. Syeikh Albani mendhoifkannya dalam Silsilah Dhoifah dan Shohih wa Dho’if Jami’us Shogir. Bahkan tak kurang dari itu, banyak ulama hadits yang lain sampai menghukuminya sebagai hadits maudhu’ atau palsu. Salah satu sebabnya adalah karena di dalamnya ada nama Sulaiman bin Umar An-Nakh’I, yang sudah terkenal sebagai pemalsu hadits.
 Artinya, secara riwayat hadits ini tidak layak untuk dijadikan sandaran dan hujjah untuk tidur-tiduran dan bermalas-malasan di bulan ramadhan.

Kedua : Sisi realitas sejarah
Sekiranya benar bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah, tentu kita tidak akan pernah mendengar kisah betapa bersemangatnya para sahabat dan salafus sholeh dalam menyambut dan mengisi ramadhan. Bukan hanya dengan puasa dan amal kebaikan, bahkan banyak peristiwa jihad juga terjadi pada bulan ramadhan. Perang Badar dan Fathul Makkah adalah sekian dari banyak kancah jihad yang sukses ditorehkan sebagai kemenangan oleh kaum muslimin. Begitu pula begitu lengkap dalam hadits diungkap kesibukan Rasulullah SAW dan masyarakatnya dalam mengisi Ramadhan. Diibaratkan pula bagaimana beliau mengikat kain sarungnya di sepuluh malam yang terakhir sebagai pertanda kesungguhan dalam ibadah dan mengurangi tidur ? Maka semestinya contoh-contoh seperti inilah yang kita tiru dalam hari-hari Ramadhan kita yang segera menjelang nanti.

Ketiga : Dari sisi untung rugi

Sudah jelas bagi kita bahwa Ramadhan adalah bulan momentum kebaikan dan kesempatan mendulang pahala sebesar-besarnya. Rasulullah saw bersabda : ”Apabila datang Ramadhan : pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Muslim). Namun sayangnya, momentum berharga ini teramat sangat singkat, hanya 29-30 hari saja untuk kemudian berlalu dengan cepat begitu saja. Ini artinya, jika kita menggunakannya hanya untuk tidur maka tentu dengan mudah akan bisa ditebak ; kita akan melewati Ramadhan dengan penuh kerugian dan penyesalan. Artinya dalam prospektif bisnis sekalipun, tidak mungkin seorang pedagang memilih untuk tidur di rumah, sementara di luar sana pasaran begitu bergairah dan meningkat pesat di banding bulan lainnya ?

Akhirnya, marilah mengetuk diri kita masing-masing. Jika ada lelah dalam fisik kita selama Ramadhan, maka tidurlah secukupnya karena panggilan kebutuhan badan kita, tidak perlu kira repot-repot melabelinya dengan nama ibadah. Karena sesungguhnya ragam macam ibadah di bulan Ramadhan teramat banyak disebutkan dalam hadits, tapi tidak untuk sebuah aktifitas yang bernama tidur. Semoga Allah SWT memudahkan kita menjalani Ramadhan dengan baik , lancar dan berkah.

8 komentar:

  1. Dengan membaca artikel ini semoga kita bisa memposisikan Ramadhan secara proporsional. Para ulama telah mengajarkan bahwa Ramadhan berarti syahrus shiyam, syahrul qiyam, syahrul jihad, syahrut tarbiyah, syahrul infaq, juga syahrut taubah. Kalau dimaknai bulan untuk tidur-tiduran, tidak ada satupun ulama yang mengatakannya.

    Salam ukhuwah

    BalasHapus
  2. amin...semoga berkah ramadhan senantiasa menjadi sesuatu yang terindah bwt diri dan jiwa kita...

    BalasHapus
  3. semoga ramadhan menjadikan kita semua menuju kesempurnaan iman dan islam amin.. terimakasih kunjungannya :)

    BalasHapus
  4. Semoga Ramadhan ini bisa membuat kita menjadi manusia yg lebih baik....

    BalasHapus
  5. "Nice artikel, inspiring ditunggu artikel - artikel selanjutnya, sukses
    selalu, Tuhan memberkati anda, Trim's :)"

    BalasHapus
  6. Munkgin gini mas: tidur aja ibadah, apalagi kalo beraktivitas positif, hehehe..mungkin.

    BalasHapus
  7. kita harus mulai selektif terhadap hadist, jangan selalu taklit dengan kebanyakan orang selama ini.Banyak ajaran orang islam yang dininabobokkan dengan hadis-hadis maudlu' dengan pahala yang segudang.

    BalasHapus