30 Mei 2023

Pertanyaan Kapan Nikah untuk Para Bujangan

Pertanyaan "kapan nikah" ternyata tak sesederhana yang kita duga. Pertanyaan ini bukan hanya telah menjadi bahasan para psikolog, tapi lebih dari itu, turut merepotkan pihak rumah sakit bahkan aparat penegak hukum. 


Di satu sisi, pertanyaan ini dianggap amunisi basa-basi andalan oleh sebagian budhe2 tercinta,  untuk dibombadirkan begitu saja kepada para ponakan yang mulai tumbuh dewasa tapi masih cengangas-cengingis di hari raya. 


Di sisi lain, bagi sebagian bujangan pertanyaan ini sudah masuk "red area", siapa yang nekat memasukinya, siap-siap akan dibalas dengan sama-sama menyakitkan. Mereka menganggap ini pertanyaan hinaan, meremehkan dan merendahkan. 


Sebenarnya, hal senada juga pernah ditanyakan Rasulullah SAW kepada Jabir bin Abdillah, dalam perjalanan pulang ke Madinah, selesai peperangan Dzati Riqo'. Bahkan bukan hanya seolah "kepo" soal sudah menikah atau belum, tapi bahkan ditanya lebih lanjut, apakah pasangannya seorang gadis atau janda. 


Tentu reaksi Jabir sangat berbeda dengan para keponakan saat pulang kampung. Jabir menjawab dengan penuh antusias, sekaligus menjelaskan tentang sebab ia menikahi seorang janda, bukan gadis. 


Tentu saja hubungan Rasulullah SAW dengan Jabir sangat dekat dan saling percaya satu sama lain. Syeikh Romadhon alButhy menuliskan dalam kitab Fiqih Sirohnya, betapa Rasulullah SAW menaruh perhatian khusus kepada Jabir, karena ketika itu ia ditinggal wafat ayahnya yang syahid di perang Uhud, dan meninggalkan 7-9 anak perempuan dalam tanggungan Jabir, sementara tidak meninggalkan harta warisan yang cukup. 


Rasulullah SAW juga pernah secara khusus berjalan kaki untuk menengok Jabir yang sedang terbaring sakit di rumahnya, dan ketika itu Jabir merasa sedih karena takut mati meninggalkan saudari-saudarinya, Rasulullah SAW menguatkan dan menghiburnya  bahwa ia tidak mati karena sakitnya waktu itu. 


Jadi jelas disini, yang lebih diperhatikan adalah perlunya kedekatan, perhatian dan kasih sayang satu sama lain. Barulah pertanyaan soal pernikahan tidak menjadi beban bagi para bujangan.


Kalau ketemu jarang-jarang, apalagi saat lebaran saja, saat arisan keluarga atau reunian sekolahan, maka pertanyaan yang mungkin niatnya basa-basi bisa dianggap mengibarkan bendera peperangan, apalagi kalau jelas-jelas sejak awal diniatkan untuk membully para jomblo. 


Percayalah hari-hari para jomblo sejatinya sudah berat, tidak perlu ditambahkan lagi dengan pertanyaan yang mudah di salah pahami . Dari dulu Wahb bin Munabbih sudah menggambarkan beratnya kondisi mereka : 


مَثَلُ الأَعْزَبِ مَثَلُ شَجَرَةٍ فِي فَلاةٍ ، يُقَلِّبُهَا الرِّيَاحُ هَكَذَا وهَكَذَا


“Para bujangan itu seperti sebuah pohon di padang tandus; yang dihempas angin kesana kemari ” 


Bagi yang bertanya, hendaknya bertanggungjawab, bukan sekedar menimpali dan mengomentari semata, tapi benar-benar siap membantu dan memfasilitasi sang ponakan menuju pernikahan.


Bukankah Rasulullah SAW juga  sudah isyaratkan keutamaan membantu pernikahan dalam sabdnya : Ada tiga orang yang Allah wajibkan atas diri-Nya untuk menolong mereka, Orang yang berjihad di jalan Allah, Budak yang memiliki perjanjian yang berniat memenuhi perjanjiannya, dan orang yang (akan)  menikah dengan niat menjaga kesucian diri dari perzinahan.” (HR. At-Tirmidzi)


Nah bagi para jomblo, mohon bersabar dan berhusnudzon, apalagi kepada kerabat dan sesepuh sendiri. Anggaplah pertanyaan itu sebagai bentuk perhatian sekaligus motivasi, bukan hinaan apalagi basa-basi. 


Oh iya, Rasulullah SAW tak bertanya kepada Jabir tentang " Kapan menikah ? ",  tapi beliau bertanya " Kamu sudah nikah belum ? " . 


Sungguh jauh kesan antara makna keduanya ... yang pertama (kapan nikah) seolah sedang menuntut dan menagih sesuatu. Sedangkan yang kedua (sudah menikah belum) , seolah bersiap akan menawarkan sesuatu ..... Hmmm, jauh berbeda kan ? Silahkan buktikan saja yak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar