15 Sep 2013

Fiqh dan Adab Menyambut Kelahiran ( Bagian -1)

Salah satu tujuan pernikahan adalah melanjutkan garis keturunan dengan melahirkan anak-anak buah hati tercinta. Karenanya Islam menganjurkan sejak awal sebelum pernikahan untuk mencari pasangan yang subur, dalam riwayat disebutkan Rasulullah SAW bersabda : “Nikahilah wanita-wanita yang penyayang dan subur karena sesungguhnya pada hari kiamat kelak aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan umat yang lain” (HR Ahmad).

Akan tetapi yang terjadi berikutnya, manusia bisa berupaya dan Allah SWT yang memberi ketentuan.  Allah SWT berfirman : “ Ia mengaruniakan anak-anak perempuan kepada sesiapa yang dikehendakiNya, dan mengurniakan anak-anak lelaki kepada sesiapa yang dikehendakiNya.  Atau Ia mengurniakan mereka kedua-duanya - anak-anak lelaki dan perempuan, dan Ia juga menjadikan sesiapa yang dikehendakiNya  mandul . (QS Al-Isra 49-50). Dan hal ini bisa terjadi pada siapa saja di sekitar kita tanpa memandang keimanan dan ketakwaaan diri bahkan juga usia. Sebagaimana dahulu kita lihat beberapa Nabi juga diuji dengan susah mendapatkan keturunan hingga pada usia tua justru akhirnya diberikan oleh Allah SWT, sementara keluarga inti nabi, istri beliau Aisyah ra sekalipun berusia muda ternyata tidak menghasilkan keturunan.

Karenanya, adalah sebuah anugerah dan amanah tersendiri menjadi orangtua bagi anak-anak kita. Amanah ini dimulai sejak awal terjadi proses kehamilan, dimana tentu khususnya bagi ibu sangat merasakan kepayahan. Pengorbanan seorang ibu dari -mulai kehamilan, persalinan hingga menyusui- begitu indah diabadikan dalam Al-Quran, agar menyadarkan hati kita semua tentang pentingnya birrul walidain, diantaranya Allah SWT berfirman : “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya dalam tiga puluh bulan...” (QS al-Ahqaaf, 46: 15). Tentulah segala susah payah yang dirasakan oleh seorang ibu hamil menjadi penggugur dosa-dosanya, sebagaimana berlaku pada setiap mukmin yang tertimpa musibah. Dalam hal ini kita bisa mengingat sebuah riwayat shohih, dimana Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari). Bahkan tidak berlebihan jika disebutkan bahwa perjuangan melahirkan dalam sebuah persalinan adalah semacam jihadnya seorang perempuan, karena Rasulullah SAW sendiri menyatakan : “Dan wanita yang meninggal dunia karena melahirkan itu syahid.’ (HR. Abu Daud).

Sangat wajar jika setelah proses yang begitu berat selama 9 bulan kehamilan, serta perjuangan persalinan yang hebat berhasil dijalankan, para orangtua merasakan kebahagiaan dan rasa syukur yang luar biasa. Dalam gelombang syukur dan bahagia tersebut, syariat Islam menganjurkan serangkaian adab dan hal-hal yang perlu dijalankan oleh para orangtua terhadap bayi yang baru dilahirkan tersebut. Bahkan seorang ulama sekaliber Ibnul Qoyyim al Jauziyah pun menyusun kitab khusus membahas seputar hal tersebut yang diberi judul dengan Tuhfatul Maudud fii Ahkamil Maulud. Berikut beberapa hal terkait adab dan fiqh seputar kelahiran yang dibahas para ulama, kami ringkas dalam beberapa point berikut ini :

bersambung : Fiqh dan Adab Menyambut Kelahiran ( Bagian -2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar