17 Apr 2013

Yuk Berbagi di Rumah Detensi Imigrasi Taiwan

berbagi motivasi di balik jeruji
Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan dengan berita kerusuhan yang terjadi di Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi) Medan, dimana 8 orang ABK Myanmar tewas. Sampai saat ini polisi masih menyelidiki lebih lanjut kasus tersebut, yang mencuat mulai dari dugaan SARA maupun pelecehan seksual pun bermunculan. Berita tentang Rudenim tersebut kemudian mengingatkan saya dengan Detention Center di Taiwan, dimana pada Ramadhan 2011 yang lalu saya berkesempatan mengunjungi setidaknya 4 DC masing-masing di Hsincu, Sanxia, Ni Lan dan Yilan.

Istilah Rumah Detensi Imigrasi di Indonesia atau Detention Center di Taiwan barangkali memang terlihat halus, meski sebenarnya lebih tepat disebut dengan "penjara imigrasi", karena memang diperuntukkan untuk menampung mereka yang bermasalah secara keimigrasian, contohnya di Indonesia : kasus pengungsi yang akan menuju Australia. Secara tempat, kebebasan dan penjagaan keamanan, sebenarnya tidak jauh berbeda, tapi tentu saja untuk soal perlakuan tidak sama dengan penjara atau lapas tempat para kriminal ditahan. Khusus di Taiwan, Detention Center atau DC lebih banyak digunakan untuk menampung para TKI yang bermasalah, baik yang ilegal, kabur dari majikannya karena berbagai macam sebab, atau terkena kasus kriminal. Memang permasalahan TKI dimana saja selalu identik, mulai  dari perlakuan buruk majikan, hingga dieksploitasi secara tidak langsung oleh agensi. Tentu menuangkan seribu satu permasalahan TKI Taiwan di postingan ini tidak akan pernah cukup. Yang jelas, banyak diantara mereka yang kemudian 'tertangkap' dan dijebloskan dalam Detention Center.

Berbeda dengan deportase di Saudi yang sering disebut dengan "pemulangan gratis" oleh para pekerja Indonesia di sana, dimana mereka terkadang menyengaja ditangkap dan dipenjara, untuk kemudian dapat pulang ke Indonesia dengan gratis. Di Taiwan tidak lah demikian, bagi mereka yang mendekam di DC dan tidak memiliki uang saku atau tabungan, harapan untuk bisa segera ke tanah air akan menjadi semakin tipis. Jadi tidak selalu mereka yang telah munantaskan masa 'hukuman' bisa melenggang pulang dengan gratis dan mudah, tapi harus menyiapkan dana -entah dari mana- untuk biaya kepulangannya. Walhasil banyak dari mereka yang tidak punya tabungan, atau terkena masalah lainnya yang cukup pelik, bisa mendekam disana sampai bilangan bulan bahkan tahun. Wajah-wajah saudara kita yang mendekam di sana tak jauh berbeda dengan mereka yang kehilangan harapan. Saya menemui sendiri seorang wanita yang stress luar biasa saat kunjungan ke salah satu DC yang ada, sampai tak bisa berkata-kata. Hanya tangisan dan raut muka kosong yang bisa ia hadirkan.

menyampaikan amanah bantuan dana kepulangan
Namun alhamdulillah, harapan selalu ada.  Selain -tentu saja- peran dari pemerintah Indonesia yang resmi melalui perwakilannya di sana (KDEI Taiwan), pihak masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa di FORMMIT ( Forum Mahasiswa Muslim Indonesia Taiwan) juga bahu membahu membantu dengan  aktif mengunjungi mereka di DC. Mereka berupaya mendengarkan masalah dan mencoba menyelesaikannya sesuai dengan kemampuan yang ada. Sesekali juga dilakukan penggalangan dana, atau bekerja sama dengan pihak lain seperti Grand Mosque untuk memberikan tiket kepulangan kepada mereka yang tertahan di sana tanpa harapan karena tidak memiliki tabungan. Bahkan ada seorang warga keturunan Pakistan yang beristrikan muslimah Indonesia, Haji Aslam namanya, juga aktif memfasilitasi sumbangan dari rekan-rekan bisnisnya dan relasinya untuk disumbangkan kepada mereka agar bisa pulang ke tanah air.

Begitu pula yang terjadi pada Ramadhan 2011, saya bersama FORMMIT, PKPU Taiwan, juga perwakilan Grand Mosque dan Haji Aslam, berkesempatan untuk mengunjungi setidaknya empat Detention Center yang tersebar di wilayah Hsincu, Sanxia, Nantou dan Yi Lan. Selain menunaikan amanah menyampaikan dana pemulangan dari para dermawan, kami juga mengingatkan tentang datangnya bulan Ramadhan dan menyampaikan bantuan makanan untuk sahur, jadwal imsakiyah, dan juga perlengkapan sholat. Saat-saat Ramadhan menjelang seperti itu, tentu bertambah pekat mendung kesedihan membayang di wajah-wajah mereka. Tak ada bayangan untuk sahur dan berbuka nan nikmat bersama keluarga, atau menjalani kemeriahan sholat tarawih masjid di kampungnya. Belum lagi jika mengingat keindahan berlebaran bersama keluarga, satu dua mulai terlihat menitikkan air mata. Maka tugas saya kali itu begitu berat. Saya mencoba untuk menghibur mereka yang disana, berbagi inspirasi dan motivasi agar suasana dan kekhusyukan Ramadhan tidak pudar begitu saja. Agar kebahagiaan dalam hati tidak terkooptasi dengan jeruji dan dinding penjara. Saya berikan permainan, nyanyian, kisah menggugah yang alhamdulillah membuat wajah mereka berubah lebih cerah dari sebelumnya. Lega luar biasa meski sedikit menebar keceriaan dalam hati dan wajah mereka. Tapi tentu saja perjuangan seharusnya tidak berhenti di situ saja .

Saat ini Ramadhan akan menjelang, maka wajah-wajah saudara kita yang mendekam di Detention Center akan kembali semakin muram, khususnya mereka yang tak memiliki dana kepulangan. Merekalah ibnu sabil
dalam batas-batas tertentu, yaitu mereka yang melakukan perjalanan dan tak cukup bekal untuk bisa pulang kembali ke keluarganya. Saat ini mungkin kita sudah mengagendakan rangkaian agenda ramadhan dan perjalanan mudik bertemu keluarga yang luar biasa indahnya. Namun tidak bagi mereka, hanya bisa menanti dan menanti uluran tangan kita sambil terus berdoa.

Nah, bagi sahabat Indonesia Optimis yang diberikan kelapangan rejeki dan tergerak untuk membantu kepulangan mereka, maka Insya Allah kami siap memfasilitasi untuk menyalurkan zakat, infak dan sedekah Anda melalui teman-teman di FORMMIT yang selalu komit.

Semoga bermanfaat dan salam optimis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar