4 Nov 2011

Semarak dan Gembira di Hari Raya ( Bagian 1 )

Hari raya Idul Adha sudah ada dihadapan, namun suasana teramat jauh berbeda dibanding saat menyambut lebaran idul fitri. Ada yang tahu sebabnya ? Apapun sebab bisa kita kemukakan, namun sayangnya tak ada dalil secuilpun yang mengistimewakan salah satu dari kedua Hari raya mulia ini.  Bahkan realitanya, di beberapa negara seperti Mesir dan Iran, Hari raya Idul Adha jauh lebih meriah dan semarak dibanding Idul Fitri. Di Mesir Hari raya Idul Fitri disebut dengan 'Ied Shogir' atau lebaran kecil, sedangkan Idul Adha disebut dengan 'ied kabir' lebaran besar. Sebenarnya istilah ini juga kita kenal dalam kalender Jawa yang menamakan  bulan Dzulhijjah dimana di dalamnya ada idul Adha dengan istilah " Besar ".  Karena Idul adha adalah hari raya “besar” maka berarti harus ada sesuatu yg diagungkan bukan ? Nah, Mari kuatkan tekat untuk menyambut Hari raya sepenuh suka cita, teramat banyak dalil yang menguatkan bahwa keduanya sama-sama istimewa dan tiada beda.

Lalu bagaimana kita memaknai dan mengisi Hari raya ? Setidaknya ada tiga hal yang harus kita perhatikan  untuk kita wujudkan dalam sebuah hari raya, masing-masing : Kegembiraan, Semarak dan Amaliyah Sunnah. Mari bersama kita cermati.

Pertama : Hari raya harus Gembira
Hari raya harus identik dengan kebahagiaan dan keceriaan, tidak boleh ada kesan susah di hari anugerah itu, buktinya dalam terserak begitu banyak dalam riwayat shahih. Rasulullah SAW memberikan panduan kebahagian begitu jelas dalam sabdanya : “ ied adalah hari makan-makan, minum-minum & mengingat Allah (dg takbiran).” (Fiqh Sunnah : I/598)

Hari raya itu adalah momentum kegembiraan, anugerah kebahagiaan yang disetting dari atas langit sana. Maka menjalani kelaparan baik sengaja maupun tidak sama-sama terlarang. Lapar sengaja berarti berpuasa di hari mulia itu, dan hal tersebut jelas diharamkan dalam syariat kita yang luwes nan indah. Adapun Lapar karena kondisi dalam arti kemiskinan, maka harus dihindari dicegah oleh kaum muslimin lainnya. Karenanya ada syariat zakat fitrah saat idul fitri,  dan menyembelih hewan qurban saat idul adha. Jadi secara sederhana bisa kita pahami, bahwa pensyariatan zakat fitrah dan penyembelihan qurban, plus larangan berpuasa di hari raya, menunjukkan secara signifikan tepatnya isyarat Rasulullah sebelumnya bahwa hari raya adalah momentum makan-makan !.

Riwayat tentang kegembiraan yang terpancar dalam suasana hari raya begitu banyak terserak. Salah satunya bisa kita lihat begitu gamblang dari kisah Aisyah dan Rasulullah SAW yang menonton bersama di hari mulia itu.  Aisyah berkata, “Pada suatu hari raya, ketika rombongan orang-orang Habasyah memperagakan pertunjukan tari-tarian tombak di halaman masjid, Rasulullah menawariku, ‘Ya Humaira, apakah engkau mau menonton mereka?’ Aku menjawab, ‘Ya’. Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakang beliau, dan beliau merendahkan bahunya agar aku dapat melihat dengan jelas. Kuletakkan daguku di atas bahu beliau sambil kusandarkan wajahku ke pipi beliau, aku menonton lewat atas pundak beliau, dan beliau menyeru yang di depan agar merendah. Beliau berkata kepadaku, ‘Ya Aisyah, apakah engkau sudah puas?’ Aku menjawab, ‘Belum’. (HR. Bukhori dan Muslim).

Dalam riwayat lain dari Aisyah r.a. disebutkan : sesungguhnya Abubakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha), sedang Nabi s.a.w. menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka diusirlah dua gadis itu oleh Abubakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abubakar Biarkanlah mereka itu hai Abubakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-senang)." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Walhasil, dari isyarat kedua riwayat shohih di atas kegembiraan & bersenang-senang saat Hari raya bukan lagi sebuah kewajaran, namun anjuran yang harus diupayakan, terlebih bersama keluarga tercinta.

bersambung : Semarak dan Gembira di Hari Raya (Bagian 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar