25 Mei 2011

Tiga Kesalahan dalam Memahami Syariah

Pagi ini diminta mengisi Spesial Dialog di Radio MH FM Solo, bersamaan dengan Mas Dino, salah satu Manager KJKS (koperasi Jasa Keuangan Syariah) Bina Insan Mandiri, Gondangrejo Karanganyar. Tema yang diangkat adalah : " Dengan syariah Hidup lebih Berkah". Sedikit saya tuangkan dalam postingan ini point awal sekaligus pendahuluan dari bincang ringan tersebut.

Syariah sejatinya adalah ajaran menyeluruh dari agama Islam itu sendiri, yang berisi ketentuan dan aturan, hukum dan etika, yang semuanya bermanfaat bagi kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Namun dalam tataran lapangan, pandangan banyak orang terhadap istilah 'syariah' ternyata cukup beragam. Bahkan beberapa diantaranya terbilang cukup mengkhawatirkan jika dibiarkan. Setidaknya saya mencatat ada tiga pandangan yang salah kaprah dalam memahami syariah, sehingga akan menjauhkan kaum muslimin dari makna keindahan dan keluasan syariah yang sebenarnya. Mari kita bahas singkat, apa saja salah paham tersebut.

Kesalahan : Menganggap bahwa Syariat itu adalah Rajam, Potong Tangan dan yang semacamnya.

Ini adalah pandangan salah yang paling banyak dimunculkan barat, dan diterima mentah-mentah oleh golongan yang tidak faham islam, sehingga melahirkan sikap islam phobia. Takut dan khawatir terhadap ajaran Islam. Sebagaimana kami sebutkan di awal, bahwa syariat adalah keseluruhan ajaran Islam, bukan semata-mata tentang pelaksanaan Hukum Pidana Islam. Hukuman Rajam dan potong tangan adalah salah satu sisi dalam hukum pidana Islam, yang secara 'kuantitas' jumlah ayat dan hadits sangat sedikit disebutkan. Artinya, salah jika yang disebut syariah hanyalah semata-mata penegakan hukum pidana Islam.

Syariat adalah kumpulan ajaran islam yang menelisik seluruh bidang kehidupan, karenanya menegakkan syariah itu tidak identik dengan hukum rajam dan potong tangan, namun juga menyebarkan akhlak dan perangai islam dalam kehidupan.

Kesalahan Kedua : Menganggap bahwa Syariat hanya berhubungan dengan Ibadah Saja

Kesalahan kedua yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah, ketika seorang memandang bahwa menjalankan syariah hanya terbatas pada sisi ibadah saja. Maka ia akan begitu semangat menjalankan semua perintah ibadah yang termaktub dalam alquran dan sunnah dengan suka rela, atas nama menjalankan syariah. Namun sayangnya, ia tidak melihat keharusan menjalankan syariat ketika sedang melakukan pekerjaan, transaksi, atau dalam pengelolaan organisasi dan negara misalnya.

Dengan keyakinan yang salah tersebut, maka akan mudah kita dapati seorang koruptor yang rajin bolak-balik ke masjid, bahkan umroh ke Makkah dengan penuh kekhusyukan dan linangan air mata. Ada pula muslim yang menjadi aktifis dakwah, tetapi bekerja di bidang atau bagian yang tidak selaras dengan nilai syariah. Maka meluruskan pemahaman menjadi sebuah hal yang tidak bisa ditawar lagi, bahwa syariah mencakup banyak sisi kehidupan kita, tanpa terkecuali. Bukan semata ibadah saja.

Kesalahan Ketiga : Menjalankan Syariah hanya sebatas simbol semata, dan menganggap hal tersebut sudah cukup mulia.

Bahasa yang paling sederhana dalam hal ini adalah : menjadikan syariah sebagai label dan kover semata. Ada kepentingan lain yang menyeruak begitu hebat dibalik penggunaan label syariah, salah satunya adalah kepentingan ekonomi. Tidak dipungkiri lagi bahwa ada masa dimana label dan kover syariah menjadi sangat memikat dan menarik banyak orang, bahkan juga meningkatkan grade sebuah produk. Namun jika didalam produk tersebut tidak kita temukan nilai-nilai syariah, maka pemanfaatan syariah sebagai branding akan mudah kita deteksi.

Ambil saja contoh saat Ramadhan menjelang nanti, akan banyak acara tambahan khusus ramadhan yang gila-gilaan di televisi. Namun jika telisik satu demi satu, lebih banyak bungkusnya saja daripada visi dan misi sesungguhnya. Sinetron salah satunya, betapa banyak yang secara konten tak jauh berbeda dari yang sudah ada, namun dengan sedikit tambahan aksesoris jilbab dan kopiah menjadi sah disebut sinetron syariah. Inikah syariah yang kita inginkan ?

Maka mari kita berlomba mengamati fenomena perkembangan branding dan label syariah hari ini, baik dari koperasi syariah, pegadaian syariah, hotel syariah, salon syariah, kolam renang syariah, televisi syariah dan sebagainya. Maka perhatikan dengan baik, jika tidak kita temukan nilai-nilai syariah di dalamnya, maka saatnya bagi kita untuk menggugah masyarakat agar tidak tertipu lebih jauh. Siapkah Anda ?

Semoga bermanfaat dan salam Optimis

3 komentar:

  1. Banyak masyarakat yang terjebak pada pemahaman parsial dalam memandang syariat. Persis seperti masyarakat Mesir ketika Hasan Al Banna memulai dakwahnya hingga beliau menjadikan prinsip syumuliyatul Islam sebagai poin pertama dalam ushul isyrin.

    Jazaakallah khair Ustadz atas ilmunya.

    Salam ukhuwah

    BalasHapus
  2. saya udah satu tahun memakai bank syariah dan pelayanan an manfaat yang saya rasakan jauh lebih besar dari pada bank konvensional.. dan tentunya hati lebih tenang.. :)

    BalasHapus
  3. alhamdulillah ... mas saidi al hady
    semoga istiqomah dan sukses buat usahanya

    BalasHapus