7 Des 2009

Suatu Pagi bersama Lentog Tanjung

Ada kisah unik pagi ini. Sederhana tapi tetap saja membekas di hati. Seperti biasa, setiap kali mudik ke Kudus, saya selalu menyempatkan diri untuk sarapan lentog tanjung. Lentog adalah makanan khas kudus yang barang kali jarang didengar oleh orang di luar kudus, berbeda dengan jenang kudus atau soto kudus misalnya. Lentog terdiri dari sepiring lontong yang diiris tipis, lalu dituangkan sayur nangka muda di atasnya plus tahu dan tempe, semacam lodeh tapi berbeda. Lebih enak dimakan dengan sate telur puyuh atau sate usus ayam. Harganya seporsinya pun masih berkisar di harga dua ribuan. Tapi karena porsinya memang mini, maka hampir semua pembeli biasanya menambah satu porsi lagi untuk menyempurnakan kenikmatan. Wah, jadi malah ngomong lentog terus nih.

Mudik kali ini saya sama sekali tidak menginjakkan kaki di rumah, melainkan datang dan pergi langsung di RS Mardi Rahayu. Ayah tercinta di rawat sejak lima hari yang lalu paska operasi appendiks yang lumayan terlambat. Perlu dicatat, saya sendiri pernah menjalani operasi appendiks, tapi rasa-rasanya tidak seberat kali ini. Nah, pagi ini di rumah sakit tetap saja keinginan menikmati lentog tak terbendung lagi. Apalagi jarak antara rumah sakit dengan daerah tanjung (pusat lentog) terhitung sangat dekat. Kurang dari satu kilo atau mungkin jika naik motor tidak sampai dua menit sudah nyampe. Sebelum berangkat, tak lupa saya infokan ke teman-teman di FB melalui update status berikut :

“ bersiap menikmati lentog tanjung khas kudus, kalau dari RS mardi rahayu rasa-rasanya tinggal 'lompat pagar' saja ....... selamat sarapan juga bagi yang menyimak ...”

Selesai menutup FB, segera bersiap menuju tempat parkir untuk mengambil motor. Astaghfirullah, saya mendapati ban belakang motor saya bocor tak tersisa angin di dalamnya barang sedikitpun. Niat semangat mau sarapan lentog otomatis tertunda. Prioritas pertama tentu mencari tambal ban yang terdekat agar motor bisa pulih seperti semula.

Akhirnya, tengok kanan-kiri, tanya kepada petugas parkir. Dia menunjukkan arah yang lumayan dekat sebenarnya, tapi tetap saja harus muter dikit untuk keluar RS. Motor saya tuntun menuju lokasi tambal ban tubeless sesuai petunjuk sang petugas parkir. Alhamdulillah, tidak sampai sepuluh menit saya tuntun motor, sampai di lokasi. Sang pemilik tambal ban pun telah siap menyambut dengan ramah dan tangkas. Sambil menunggu bekerja, lihat kanan kiri ternyata ada juga penjual lentog kudus yang ‘nomaden’ alias tidak pakai kios, datang dan pergi begitu saja. Karena lapar sudah tak terkira, maka segera saja saya pesan satu porsi untuk langsung makan di tempat. Hingga pekerjaan tambal ban selesai pun saya masih asyik menambah satu porsi lagi.

Sampai di sini sungguh semuanya biasa saja, tidak ada yang aneh, tidak ada yang unik. Hanya saja, beberapa jam setelahnya saya berpikir dengan status FB saya sebelumnya. Dimana saya menuliskan : “

bersiap menikmati lentog tanjung khas kudus, kalau dari RS mardi rahayu rasa-rasanya tinggal 'lompat pagar' saja ....... selamat sarapan juga bagi yang menyimak ...”

Ternyata, status itu benar-benar menjadi kenyataan. Awalnya saya menggunakan kata lompar pagar untuk menunjukkan secara ‘hiperbolis’ jarak yang sangat dekat, ternyata tempat tambal ban dimana saya makan lentog tadi benar-benar dekat dengan pagar rumah sakit ! , benar-benar serasa tinggal lompat pagar saja ! Subhanallah. Hati-hati dengan status anda ya ?

7 komentar:

  1. Ustadz kok ke RS Mardi Rahayu? Mau dakwah untuk domba-domba tersesat ya? Mudah2an ada yang mau masuk Islam. Syukur2 dokter2nya. He...3x

    BalasHapus
  2. Semoga ayahnya senantiasa dilindungi Allah dan dianugerahi kesehatan

    BalasHapus
  3. Syukran atas taujihnya. Kita memang perlu hati2 dengan status FB yang kita tulis.

    BalasHapus
  4. amiin ... yang jelas bapak sempat dirawat di RSU juga, tapi diagnosa belum tepat, sakit lagi .. akhirnya dirujuk dokter ke mardi rahayu ..

    BalasHapus
  5. @muchlisin : ahlan wa sahlan, wah lama nih gak berbalas komment ya ... jazakumullah doanya
    @trustco : ya, semua yang terucap dan tertulis memang harus hati-hati

    BalasHapus
  6. iya, kadang saya juga begitu ustadz...

    ketika status ngomongin sabar tiba tiba Allah mengirimkan "sesuatu" yang benar2 menguji kesabaran saya... kog bisa gitu ya tadz?

    http://majalah.pengusahamuslim.com/

    BalasHapus
  7. subhanallah...
    itu artinya Allah menginginkan Pak Hatta
    untuk selalu dalam kondisi terbaik di ucapan,
    perbuatan dan juga tulisan..
    kalo ada yang kurang, langsung diingatkan dengan lembut.

    BalasHapus