6 Agu 2015

Liputan : Nuansa Ramadhan di Tiga Negara


Majalah Nur Hidayah yang dikelola dan diterbitakan oleh Yayasan Nur Hidayah Surakarta, sebelum Ramadhan yang lalu sempat melakukan wawancara sederhana seputar pengalaman kami menikmati Ramadhan di beberapa negara. Berikut artikel yang dituliskan sang reporter, yang telah dimuat di majalah offline edisi Ramadhan yang lalu. Selamat menyimak.

Ustadz Hatta Syamsuddin berkesempatan untuk beberapa kali menginjakkan kaki di beberapa belahan bumi. Berawal dari kuliah S1 selama empat tahun di Sudan, lalu beberapa kali tugas safari dakwah Ramadhan di Taiwan dan Australia. Semua itu membuatnya merasakan suasana Ramadhan yang berbeda-beda.

Ramadhan di Sudan
Sudan merupakan negara yang terletak di Timur Laut Benua Afrika. Sudan memiliki wilayah terluas dibanding negara-negara lain di Benua Afrika. Mayoritas penduduknya muslim sehingga Ramadhan di Sudan selalu semarak tak ubahnya seperti negara mayoritas muslim lainnya.
Ustadz Hatta mengenyam pendidikan S1 di Sudan selama empat tahun. Ayah lima anak ini menjadi mahasiswa jurusan Syariah di International University of Africa, Khortoum, Sudan pada tahun 2002−2006. Selama empat tahun itu ia tinggal di asrama mahasiswa yang letaknya tidak jauh dari Universitas. Dalam jangka waktu tersebut ia pun sudah merasakan puasa Ramadhan yang jatuh di musim panas maupun musim dingin.

Saat musim panas di Sudan suhunya bisa mencapai suhu 470C. Di Sudan waktu puasanya rata-rata 14 jam. Waktu Subuh di sana pukul 05.00 dan adzan Maghrib pukul 19.00. Banyak hal yang khas saat Ramadhan di Sudan.

Berbuka Puasa Di Halaman Rumah
Tidak ada hingar-bingar suara kentongan atau anak-anak memainkan bambu saat sahur di Sudan sebagaimana di tanah air. Justru yang menjadi kekhasan dari negara tersebut adalah tradisi berbuka puasanya. Di sana terkenal dengan keramah-tamahan penduduknya.

Saat berbuka puasa tiap rumah atau beberapa rumah, penduduk Sudan menggelar tikar di halaman rumah dan menyajikan menu buka puasa di sana. Tidak cukup di situ, mereka pun akan mengundang orang yang lewat untuk ikut bergabung buka bersama. Sesuai tradisi, orang yang diundang sebaiknya menerima ajakan tersebut agar tuan rumah tidak merasa sakit hati atau tersinggung. Tradisi seperti itu sangat menguntungkan bagi para mahasiswa pendatang. Selain di halaman rumah masing-masing, acara buka puasa bersama juga diadakan di masjid-masjid dan di kampus.

Penduduk Sudan sangat menghormati tamu. Tuan rumah menjamu tamu dengan menuangkan langsung minuman untuk tamu dan bahkan tuan rumah memposisikan untuk duduk di bawah/ di karpet sementara tamu tetap dipersilahkan duduk di kursi. Tamunya harus bersedia makan dan makanan yang disajikan juga harus habis dan tak boleh bersisa.

Memilih Sahur Nasi daripada Roti 
Sudan adalah negara yang dikenal dengan makanan pokok roti isy. Sedang orang Indonesia di mana pun berada selalu mencari nasi, termasuk juga Ustadz Hatta. Asrama mahasiswa tempat ia tinggal sebenarnya sudah menyediakan roti sebagai menu sahur, tetapi Ustadz Hatta bersama teman-teman dari Indonesia lainnya memilih untuk memasak nasi sendiri di dapur asrama untuk menu sahur mereka. Menurutnya makan nasi itu lebih mantap di perut. Ia merasa lebih khusyuk menjalani puasa seharian dengan sahur nasi.

Khusyu’-nya I’tikaf di Sudan
I’tikaf saat 10 hari terakhir di bulan Ramadhan menjadi sesuatu yang tak terlupakan bagi suami dari Robiah Al-Adawiyah ini. Di Sudan, pelaksanaan i’tikaf bisa 10 hari penuh. Para jamaah tinggal di beberapa masjid yang memang dikhususkan untuk i’tikaf. Masjid di sana disetting sedemikian rupa, sehingga bagian belakang dikhususkan untuk istirahat dan ada ruangan untuk shalat di depan.

Setiap i’tikaf, peserta dibuat berkelompok dan ada pembagian tugas untuk masing-masing orang yang meliputi tugas kebersihan dan tugas memasak. Saat i’tikaf ini para jamaah sangat bersemangat untuk mendapat shaf pertama bahkan saat qiyamul-lail, bahkan ada jamaah yang sudah memberi tanda (booking) shaf depan jauh sebelum waktu shalat.

Jamaah i’tikaf di Sudan mencapai puncaknya pada saat malam 27 Ramadhan. Masyarakat Sudan berasumsi bahwa Lailatul Qadr itu jatuh pada tanggal 27 Ramadhan. Saat itu masjid-masjid di Sudan akan dipenuhi jamaah. Mereka datang berbondong-bondong membawa truk dan mobil pribadi ke masjid.

Ketupat Lebaran Berbungkus Alumunium Foil
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berlokasi di Khartoum, biasa digunakan sebagai tempat tujuan menyantap menu-menu khas Indonesia saat berbuka puasa. Lumayan juga untuk melepas rindu makanan khas tanah air. Setiap pekan sekali KBRI khusus mengadakan acara buka bersama dan tarawih bagi warga Indonesia di Sudan. Semua warga Indonesia berkumpul di sana, baik mahasiswa maupun pekerja.

Biasanya pada malam Lebaran para mahasiswa Indonesia di Sudan mengadakan takbiran di markas PPI (Persatuan Pelajar Indonesia). Tetapi acara takbiran di sana tidak seramai di Indonesia, tidak ada pawai atau semacamnya. Esok harinya di wisma duta (kediaman Duta Besar RI) diselenggarakan shalat Id kemudian dilanjutkan ramah-tamah dan makan bersama sekaligus silaturahim warga Indonesia di Sudan.

Satu hal yang juga khas adalah ketupat/ lontong di sana tidak menggunakan daun kelapa/ daun pisang tetapi menggunakan alumunium foil sebagai pembungkusnya. Menyantap menu khas Indonesia, berbahasa Indonesia, dan bertemu dengan orang-orang setanah air adalah hal yang selalu dirindukan bagi warga Indonesia di perantauan.

Ramadhan di Taiwan
Di Taiwan, Islam termasuk agama dengan jumlah penganut yang relatif kecil. Masuknya Islam ke Taiwan tidak bisa dilepaskan dari sejarah masuknya Islam ke negeri Tiongkok. Islam masuk ke Tiongkok melalui kawasan barat negeri itu, bersamaan dengan kedatangan pedagang Muslim pada abad ketujuh Masehi yang kemudian menikahi perempuan setempat.

Ustadz Hatta berkesempatan merasakan puasa Ramadhan di negeri Formosa tersebut tahun 2011 lalu. Agenda tersebut berawal dari undangan Forum Silaturahmi Muslim Indonesia Taiwan (FOSMIT) dan kerjasama dengan PKPU dalam program safari dakwah. Di sana Ustadz Hatta diminta menjadi Ustadz Islamic Center Taiwan sekaligus Imam Masjid Chung Li yang kedua. Chung Li sendiri merupakan salah satu kota yang lokasinya dekat dengan ibu kota Taiwan, Taipei.

Berbagai kegiatan dakwah pun dilalui Ustadz Hatta hari demi hari di Taiwan. Kegiatan di Masjid Chung Li meliputi tadarus Al-Qur’an, kuliah Subuh, dan shalat tarawih berjamaah. Tadarus Al-Qur’an dilaksanakan ba’da Subuh yang dilanjutkan dengan kuliah Subuh selama 30 menit dan tanya jawab. Pada awalnya bisa dilakukan setiap hari secara rutin, namun karena kesibukan para pekerja akhirnya difokuskan pada Sabtu, Ahad dan Senin pagi, melihat situasi dan kondisi peserta.
Bahkan beberapa kali Ustadz Hatta diminta menggantikan Imam Utama masjid Chung Li saat imam utama berhalangan. Ia juga menjadi imam tarawih di masjid Chung LI, KDEI (Kantor Dagang Ekonomi Indonesia), dan Hualien selama Ramadhan.

Terkendala Waktu, Kajian Online pun Jadi 
Kajian online menjadi ciri dan keunikan dakwah di Taiwan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pekerja untuk berkumpul dan mendatangi masjid, sehingga banyak bermunculan jamaah pengajian online. Masing-masing jamaah mempunyai jadwal, pembina dan tema yang berbeda dan beragam. Beberapa jamaah pengajian online yang sempat diampunya antara lain : IWAMIT, AL Hikmah, dan FORMMIT.

Selain online, ada juga kajian langsung. Kegiatan ini dilakukan dengan mendatangi tempat-tempat berkumpul dan majelis taklim yang sudah ada, biasanya diadakan secara rutin sebulan sekali. Dalam satu bulan tersebut, Ustadz Hatta sempat beberapa kali mengisi Pengajian Tarhib Ramadhan di salah satu salon warga Indonesia di Taiwan, Pengajian Buka Puasa Bersama di KDEI Taiwan, Pengajian Jelang Buka di NTUST, dan Pengajian di Majelis Taklim Nurul Iman Hualien.

Kunjungan dan Berbagi Motivasi di DC / Penjara Imigrasi TKI Ilegal
Berkat dukungan penuh dari Haji Aslam – warga negara Pakistan yang menikah dengan wanita Indonesia – beberapa kali Ustadz Hatta berkesempatan mengunjungi DC-DC di sekitar Taiwan Utara, seperti Shincu dan Sanxia, Nantau (Taichung), dan Laudung (Yilan). Kunjungan tersebut untuk memberikan pengajian motivasi dan mengingatkan untuk menjaga semangat beribadah di bulan Ramadhan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan Islamic Center dengan ustadz yang bertugas tetap adalah hal yang positif dan bermanfaat, khususnya bagi warga FOSMIT, dan bagi masyarakat Indonesia di Taiwan secara umum. Menurut Ustadz Hatta perlu juga dipertimbangkan mencari dan memilih ustadz muda yang belum menikah dan siap berkiprah lebih banyak di bumi Taiwan. Hal tersebut akan sangat lengkap jika ustadz yang bersangkutan juga menempuh studi di Taiwan, atau berkeluarga secara tetap di Taiwan. Menjadi nilai plus jika ustadz tersebut juga berkesempatan mempelajari bahasa Mandarin agar lebih optimal dalam mengarungi medan dakwah di bumi Formosa ini.

Ramadhan di Australia
Kesempatan menjalankan puasa Ramadhan di benua lain kembali datang pada Ustadz Hatta dan kali ini tempat bertugasnya ialah Australia. Ia kembali bertugas dalam safari dakwah bersama PKPU, tepatnya di kota Melbourne pada 2014. Bulan Ramadhan di Australia pada tahun 2014 jatuh pada musim dingin dengan suhu mencapai 3oC atau 4oC. Dan di sana, umat Muslim menjalankan puasa kurang lebih 10 jam setiap harinya. Imsak di Melbourne sekitar pukul 06.00, sementara buka puasa biasanya sebelum pukul 17.30.

Ramadhan Family Day
Di belahan bumi manapun, datangnya Ramadhan selalu dinanti bagi umat Islam. Meski suasana jelang Ramadhan di Melbourne tentu jauh berbeda dengan kondisi di tanah air, namun masyarakat Indonesia di sana tidak lantas berdiam diri dan bersedih hati. Madania Foundation misalnya, salah satu komunitas masyarakat muslim di Victoria pada tahun 2014 lalu membuat gelaran Ramadhan Family Day (RFD). Acara RFD bertempat di KJRI Melbourne yang terletak di kawasan Queens Road dekat Albert Park.

Berbagai agenda ditampilkan di sana, baik yang outdoor di panggung, maupun yang indoor di aula KJRI Melbourne. Tak lupa di sudut-sudut lapangan berjajar stand yang menawarkan produk-produk khas Indonesia, baik makanan maupun pakaian. Dalam acara Ramadan Family Day tersebut, Ustadz Hatta, didaulat untuk mengisi Talkshow Ramadhan dan Keluarga, yang bertempat di Aula KJRI Melbourne.

Islamic Center yang Hidup
Di Melbourne, masyarakat Indonesia sudah mempunyai empat Islamic Center dengan kegiatan yang lumayan padat. Ramadhan di sana bukan hanya buka puasa, tarawih, tapi juga diisi dengan kajian-kajian. Mereka juga mengundang banyak ustadz dari Indonesia. Setiap masjid mengundang dua orang ustadz dan masing-masing ditugaskan selama dua pekan untuk menjadi imam tarawih dan kajian. Islamic Center milik orang Indonesia di sana sudah cukup maju sehingga digunakan juga oleh warga muslim lain: India, Pakistan, dan Arab.

Pelaksanaan shalat Jum’at dan shalat Idul Fitri di sana biasanya dengan menyewa hall  atau ruang serbaguna di universitas. Islamic Center juga digunakan sebagai tempat berkumpul orang Indonesia untuk saling bersilaturrahim. (Nis)

sumber : majalah nur hidayah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar