10 Feb 2015

Bolehkah Memakan Coklat Hadiah Valentine ?

coklat valentin berhadiah kondom
PERTANYAAN :Assalamualaikum tadz. Bulan Februari identik dengan perayaan hari valentine. Nah, anak-anak muda sekarang larut dalam hari valentine. Pertanyaannya saya. Apa hukum mengucapkan selamat hari valentine? Kedua, hari valentine juga identik bagi-bagi coklat. Apa hukum memakan coklat tersebut? Ketiga. Bagaimana hukum merayakan hari valentine?

JAWABAN
Wa’alaikumussalam warohmatullahi wa barokatuh. Terima kasih atas pertanyaan Saudara.

Hari-hari ini ini kaum muslimin khususnya kaum mudanya, disibukkan dengan budaya-budaya baru, kebiasaan-kebiasaan baru, yang biasanya adalah produk ‘impor’ dari Barat lalu diikuti dan dijalani begitu saja.  Bukan hanya hari Valentine saja nampaknya, ada juga budaya April Mop, Thanksgiving Day, bahkan juga Halloween Day dan entah berikutnya ada peringatan atau budaya apa lagi.  Saya masih ingat persis beberapa waktu lalu ada beberapa mentri yang blusukan ke pasar dengan menggunakan kostum Halloween. Tentu ini sedikit banyak bisa menggambarkan betapa mudahnya kita dimasuki aneka ragam budaya yang bukan berasal dari bangsa ini, apalagi agama Islam.

Sebagai seorang muslim, semestinya kita perlu berhati-hati dan berfikir kritis sebelum menjalani atau mengikuti berbagai macam budaya dan peringatan yang ada. Secara umum, Allah SWT telah memperingatkan dalam Al-Quran : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (QS Al Isra’ : 36). Karenanya, untuk menjawab pertanyaan Saudara seputar perayaan Valentine dan hal-hal yang melingkupinya, mari kita coba melihat dari beberapa sisi terlebih dahulu.

Pertama : Dari sisi  Sejarah Hari Valentine
Tidak mungkin kita memahami apa sebenarnya yang ada pada hari Valentine kecuali kita juga telah menelusuri sejarah dan asal-usul perayaan hari Valentine. Dalam hal ini sebenarnya sudah banyak artikel, bahkan buku yang mengulas tentang sejarah dan asal usul hari yang digemari oleh pasangan muda-mudi tersebut.

Secara umum, kesimpulan mudah yang bisa kita temukan saat menelaah sejarah hari Valentine adalah : Awalnya berasal dari upacara ritual keagamaan Romawi Kuno yang mempercayai dewa-dewa, dalam hal ini sangat kental unsur paganisme dan kesyirikan. Lalu masa berikutnya karena begitu mengakarnya adat tersebut,  pihak Gereja mengadopsi perayaan tersebut menjadi salah satu hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day. Dalam versi yang lain juga disebutkan bahwa hari Valentine juga dirayakan untuk menghormati tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.

Walhasil, dari semua sejarah yang terpapar begitu jelas tentang asal-usul perayaan Valentine, dengan mudah bisa kita simpulkan bawah hari Valentine sama sekali bukan berasal dari sejarah Islam, bahkan sangat kental dengan budaya paganism romawi Kuno dan ritual perayaan gereja Nashrani.

Pada sisi ini saya, cukup bagi kita seorang muslim yang bangga dan konsisten dengan keislamannya untuk menjauhi dan berlepas diri dari perayaan-perayaan impor semacam itu.
Perlu diketahui pada awal kedatangan Rasulullah SAW di Madinah, penduduk Madinah juga telah memiliki hari raya produk adat mereka dimana mereka bergembira dan bermain di dalamnya. Mengetahui hal tersebut Rasulullah SAW membatalkannya seraya bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kalian dua hari yang lebih baik dari dua hari raya itu; idul fithri dan idul adha.” (HR Ahmad). Maka dari larangan di atas, pelajaran bagi seorang muslim untuk berhati-hati dan menjauhi dari setiap perayaan yang bukan berasal dari Islam dan juga tidak pernah disyariatkan.

Kedua : Dari Sisi Budaya hari Ini 
Hal kedua yang perlu kita pahami adalah, bahwa hari Valentine yang sekarang di negara kita disambut dengan gegap gempita oleh media dan generasi muda, juga bukan produk lokal dalam negeri Indonesia tapi jelas-jelas budaya impor dari barat. Orang-orang barat menjalaninya dengan sepenuh suka cita lalu menyebarkannya ke negeri-negeri muslim.

Karenanya, sikap kita semestinya harus jelas. Seorang muslim harus mempunyai kebanggaan dengan identitas keislamannya, tidak mengikuti apa-apa dan budaya yang justru menjadi ciri khas orang Barat yang kental unsur Nashrani dan Yahudinya. Rasulullah SAW telah mengingatkan , diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri RA, beliau bersabda: “Kamu akan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang kamu maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Rasulullah bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?” ( HR. Bukhori dan Muslim ).

Ketiga : Dari sisi Aktifitas Perayaannya
Kemudian yang perlu kita cermati seputar perayaan hari Valentine adalah kegiatan apa saja yang sering dilakukan oleh para pelakunya yang disebutkan sebagai bentuk penghormatan hari Valentine. Ternyata yang dengan mudah kita lihat adalah segala daya upaya untuk menebarkan nafsu syahwat di antara kaum muda-mudi atas nama kasih sayang. Baik melalui aneka lomba, talkshow, hadiah dan gelaran acara-acara yang tujuannya didesain untuk mendekatkan hubungan laki-laki dan perempuan. Karenanya, mereka yang berpacaranlah biasanya yang paling aktif untuk merayakan hari Valentine ini.

Tidak berlebihan jika hari Valentine kita sebut sebagai hari ‘provokasi’ pasangan muda-mudi untuk lebih dekat dan mengumbar nafsu atas nama kasih sayang. Maka dalam hal ini, jelas sudah larangan Allah SWT kepada kita untuk menjauhi segenap hal-hal yang mengundang pada zina. Allah SWT berfirman : “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.(QS. Al Isro’: 32).

Belum lagi dilihat dari betapa banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk menambah semaraknya perayaan Valentine, baik dari sisi perusahaan-perusahaan yang menjadi sponsor acara-acara tersebut, maupun juga dari kantong-kantong pribadi untuk memberi hadiah kepada pasangannya. Mari kita mengingat peringatan dini dari Allah SWT tentang membelanjakan sesuatu yang tidak penting bahkan sia-sia, Allah SWT berfirman : “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’]: 26-27).

Terakhir, tidak lengkap rasanya kalau tidak mengutip fatwa ulama yang spesifik menjawab dalam masalah ini.
 Beliau Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ketika ditanya tentang Valentine day-menjawab :
“Tidak boleh merayakan Valentine’s Day karena sebab-sebab berikut:
Pertama: Bahwa itu adalah hari raya bid’ah tidak ada dasarnya dalam syari’at.
Kedua: Bahwa itu akan menimbulkan kecengengan dan kecemburuan.
Ketiga: Bahwa itu akan menyebabkan sibuknya hati dengan perkara-perkara bodoh yang bertolak belakang dengan tuntunan para salaf.
Karena itu pada hari tersebut tidak boleh ada simbol-simbol perayaan, baik berupa makanan, minuman, pakaian, saling memberi hadiah ataupun yang lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa mulia dengan agamanya dan tidak merendahkan diri dengan menuruti setiap ajakan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah, baik yang nyata maupun yang tersembunyi dan semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan bimbingan dan petunjuk-Nya.” [Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq, Jakarta]
Akhirnya, rasanya cukup jelas dari paparan di atas plus penjelasan dari syeikh Utsaimin untuk menjawab beberapa hal yang diajukan oleh penanya. Seorang muslim harus berupaya menghindari hal-hal yang akan menggerogoti kebanggaan serta identitas keislamannya.

Adapun tentang memakan coklat – yang pada dasarnya halal- pada hari tersebut, tentu perlu diperhatikan apakah hal tersebut justru bisa melestarikan, mendukung dan memeriahkan penyebaran hari Valentine, sehingga kita harus menjauhinya ? Ataukah itu hanya coklat biasa yang dibagikan secara umum lalu sampai kepada kita, sehingga boleh kita menikmatinya sebagaimana pemberian yang lainnya ? Sekali lagi, kita perlu berhati-hati. Wallahu a’lam bisshowab

*artikel dimuat dalam Rubrik Konsultasi majalah BENING, februari 2015

3 komentar: