12 Nov 2014

Bagaimana Seorang Masbuq melanjutkan Sholatnya ?

Pertanyaan : Assalamualaikum tadz. Afwan mau nanya. Saya masih bingung selama ini neh. Kalau kita telat sholat jamaah. Bacaannya yang dibaca apakah sama sesuai dengan urutan atau gerakan imam saat itu. Semisal, kita telat satu rakaat. Nah, di rakaat terakhir, waktu duduk tasyahud akhir, apakah kita juga membaca doa tahiyyaat akhir? Syukron atas jawabannya. (Budi)

Jawaban :Wa’alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh. Terima kasih saudara Budi atas pertanyaannya yang sangat penting dan aplikatif dalam arti sehari-hari kita temui atau bahkan kita jalani.  Secara umum sholat wajib lima waktu harus kita upayakan untuk kita dirikan di awal waktunya, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang amalan apa yang paling utama, beliau menjawab : “ Shalat di awal waktunya” (HR Abu Daud) .  Bahkan Rasulullah SAW memotivasi kita untuk berusaha hadir sejak awal agar bisa mendapati takbiratul ihram bersama Imam. Beliau bersabda : “Siapa yang shalat empat puluh hari secara berjamaah sejak takbir pertama, dicatat baginya dua keterbebasan; keterbebasan dari api neraka dan keterbebasan dari kemunafikan. (HR Tirmidzi)

Namun secara khusus, tentu kondisi setiap orang berbeda-beda. Ada kalanya kesibukan pekerjaan, sakit, musafir, atau hal lainnya menjadikan kita terlambat dan menjadi makmum yang masbuq. Pengertian Masbuq sendiri secara istilah adalah : siapa saja yang didahului imam dengan beberapa rekaat sholat atau seluruhnya, atau siapa yang mendapati imam setelah satu rekaat atau lebih. (Qomus Al-Muhith & Qowaid Fiqh).

Permasalahan seputar masbuq sebenarnya cukup beragam, namun memang yang paling sering ditanyakan di lapangan seputar dua hal, yaitu : kapankah seorang masbuq terhitung mendapatkan satu rekaat bersama imam dan bagaimana seorang masbuq mendapati rekaatnya bersama imam, apakah awal sholat atau akhir sebagaimana yang dijalani imam ? Mari kita coba bahas kedua hal tersebut :

Bagaimana seorang masbuq terhitung mendapati satu rekaat bersama imam ? Mayoritas ulama termasuk diantaranya imam empat madzhab ( Hambali, Syafii, Abu Hanifah dan Malik) berpendapat bahwa masbuq yang masih mendapati rukuk imam terhitung mendapatkan satu rekaat bersama imam. Pendapat ini berlandaskan hadist dari Abu Hurairah dimana Rasulullah SAW bersabda : “ Apabila kamu datang untuk shalat, padahal kami sedang sujud, maka bersujudlah, dan jangan kamu hitung sesuatu (satu raka’at) dan siapa yang mendapatkan ruku’, bererti ia mendapat satu rak’at dalam sholat (nya) (HR Abu Daud). Yang dimaksud mendapati rukuk bersama imam disini adalah mendapati sebagian dari rukuk imam, meskipun tidak atau belum sampai thuma’ninah, demikian yang dinyatakan oleh Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali. (Lihat Mausu’ah Fiqhiyah Al Kuwaitiyah).

Selain pendapat jumhur ulama di atas, memang ada sebagian kecil ulama, diantaranya Imam Syaukani yang menolak pendapat di atas. Beliau menguraikan pendapatnya dengan pembahasan cukup panjang dalam kitab Nailul Author, yang intinya adalah seorang tidak terhitung mendapati rekaat bersama imam jika tidak sempat membaca surat Al Fatihah. Beliau mengatakan : “Telah diketahui sebelumnya bahwa kewajiban membaca Al-Fatihah itu untuk imam dan makmum pada setiap raka’at. Dan kami telah menjelaskan bahwa dalil-dalil tersebut sah untuk dijadikan hujjah bahwa membaca Al-Fatihah itu termasuk syarat sahnya sholat. Maka siapa saja yang mengira bahwa sholat itu sah tanpa membaca al-Fatihah, ia haruslah menunjukkan keterangan yang mengkhususkan dalil-dalil tersebut.” (Lihat: Nailul Author)

Adapun mengenai cara masbuq melanjutkan sholatnya, maka dalam hal ini ada dua pendapat dimana Jumhur ulama (Hanafiyyah, Hanabilah dan Malikiyah) berpendapat bahwa apa yang didapati seorang masbuk dari sholatnya bersama imam maka itu adalah akhir sholatnya. Dan apa yang disempurnakan oleh seorang masbuk adalah raka’at awal sholatnya.  Pendapat ini berdasarkan hadits, Rasulullah SAW bersabda : “Maka apa yang kamu dapati (bersama imam) sholatlah, dan apa yang kamu luput (bersama imam) maka qodho/gantilah ”. (HR Ahmad). Maka bagi yang mengikuti pendapat ini, jika mendapati imam pada rekaat keempat sholat Isya misalnya, maka ia tidak perlu membaca doa iftitah, surat setelah fatihah. Dan setelah imam salam maka ia berdiri dengan mulai membaca iftitah, al fatihah dengan jahr jika termasuk sholat jahr, dan surat setelah fatihah karena baginya itu adalah rekaat pertama. Hanya saja yang menjadi catatan,  ia tetap melakukan tasyahud awal setelahnya. Inilah yang digambarkan oleh Abu Hanifah : Apa yang diqodho oleh seorang yang masbuq adalah awal sholatnya secara hukum, bukan hakikatnya, dalam artian secara bacaan adalah awal sholatnya, tapi dalam tasyahud adalah akhir sholatnya. 

Sementara itu menurut Madzhab Syafi’i; Apa yang didapati masbuk dari sholat bersama imam maka itu adalah awal sholatnya. Dan apa yang disempurnakannya setelah imam salam adalah akhirnya. Pendapat ini berdasarkan sabda Rosulullah: “Maka apa yang kamu dapati (bersama imam) sholatlah, dan apa yang kamu luput (bersama imam) maka sempurnakanlah”. (HR Bukhori Muslim). Maka saat soerang masbuk mendapati rekaat terakhir magrib bersama imam misalnya, ia membaca iftitah, al fatihah dan surat.

Lantas pendapat mana yang paling tepat ? Tentu sebagai sebuah perbedaan fiqh ini harus sama-sama kita terima dan hormati.  Namun beberapa ulama mentarjih, memilih pendapat Syafi’I lebih tepat berdasarkan beberapa hal, yaitu riwayat hadits dengan lafadz “ apa yang kamu luput maka sempurnakanlah “ lebih banyak sehingga juga lebih kuat menjadi hujjah. Selain itu mereka juga menafsirkan kata “ faqdhuu”  maka qodho’lah “ juga bisa berarti maka jalankanlah atau dirikanlah sebagaimana ayat “ faidza qudiyatis sholatu”, sehingga dalam hal ini mereka mentarjih dengan cara jam’u baina riwayatain atau menggabungkan antara dua riwayat yang terlihat bertentangan.

Syeikh Abdullah bin Aziz Aqil dalam fatwa online islamway, ketika mentarjih pendapat imam syafi’I  mengatakan logika yang sederhana dan ringkas dalam masalah ini : dalil yang paling jelas dalam hal ini adalah diwajibkan tasyahud di akhir sholat walau bagaimana pun juga. Sekiranya apa yang didapati makmum bersama imam dianggap.dihitung sebagai akhir sholatnya, mestinya ia tidak perlu lagi mengulangi tasyahhud.
Wallahu a’lam bisshowab, demikian semoga paparan di atas sudah cukup menjawab apa yang ditanyakan oleh saudara Budi.

* dimuat dalam Rubrik Konsultasi Fiqh Majalah Bening Lazis Karanganyar Nov 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar