3 Jul 2015

Bolehkan Wanita Sholat (Tarawih) Berjamaah di Masjid ?

PERTANYAAN : Assalamualaikum. Pak Ustadz, Saya mau bertanya tentang fiqh : Bagaimana hukum wanita shalat di masjid ? Terima kasih sebelumnya pak Ustadz. Wassalamu’alaikum wr wb.

JAWABAN :Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh.
Pertanyaan tentang hukum wanita keluar untuk sholat di masjid berjamaah cukup sering kita dengar, khususnya pada saat bulan Ramadhan, dimana kaum muslimin berbondong-bondong menuju masjid di malam hari untuk menunaikan sholat tarawih berjamaah selepas sholat isya.  Pertanyaan semacam ini tentu harus kita apresiasi karena menunjukkan kepedulian dan kehati-hatian dalam menjalankan ajaran syariat.

Meski pada sisi lain, jika kita melihat dalam realitas dunia modern saat ini, justru lebih banyak wanita yang keluar rumah untuk menuju banyak tempat, seperti pasar, kampus, kantor, lapangan, tempat wisata dan lain sebagainya dari pada yang menuju masjid. Sehingga kadang terbersit pernyataan dalam hati, apakah mungkin sepinya masjid dari kaum wanita –sementara ke tempat-tempat lain banyak wanita-  karena memahami adanya larangan secara khusus bagi mereka untuk ke masjid ?

DIBOLEHKAN ATAU DILARANG ?
 Jika kita mencermati dalam Al-Quran maupun Hadits, jelas tidak pernah disebutkan larangan bagi wanita untuk sholat di masjid. Justru yang ada adalah anjuran atau perintah kepada para suami untuk tidak melarang istri-istri mereka ke masjid. Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk pergi ke masjid.” (HR. Ahmad dan Abu Daud). 

Dan hal itulah yang terjadi pada masyarakat madinah jaman Rasulullah SAW, dimana para wanita juga turut sholat berjamaah di masjid. Ada beberapa riwayat yang menunjukkan kaum wanita di masa Rasulullah SAW, mengikuti sholat berjamaah di masjid, salah satunya yang paling jelas adalah riwayat dari Aisyah ra, dimana beliau mengatakan : “Mereka wanita-wanita Mukminah menghadiri shalat shubuh bersama Rasulullah SAW dalam keadaan berselimut dengan kain-kain mereka. Kemudian para wanita itu kembali ke rumah-rumah mereka hingga mereka (selesai) menunaikan shalat tanpa ada seorangpun yang mengenali mereka karena masih gelap.” (HR. Bukhari )

Berdasarkan hal di atas, menurut sebagian ulama seperti Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah, para wanita diperbolehkan untuk mengikuti sholat berjamaah di masjid khususnya jika bebas dari fitnah seperti sudah tua, dan sebagian ulama lain seperti Abu Hanifah  lebih berhati-hati dengan mengatakan makruh khususnya jika terdapat kemungkinan fitnah.

Sehingga menarik untuk dicatat, bahwa kebolehan ini tidak berlaku secara mutlak namun harus memenuhi setidaknya dua syarat, yaitu :

Pertama adalah ijin dari suami, karena Rasulullah SAW bersabda :  “jika istri-istrimu meminta izin ke masjid-masjid, maka izinkanlah mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban). Ijin ini diperlukan karena suami adalah pemimpin sekaligus penanggung jawab sebuah keluarga, yang harus ditaati oleh istri selama bukan dalam hal meninggalkan kewajiban syariat atau menjalankan kemaksiatan.

Adapun syarat Kedua, adalah :  Tidak memakai wangi-wangian dan hal lainnya yang mengundang ketertarikan dan fitnah bagi lawan jenis. Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah kamu melarang hamba Allah pergi ke masjid-masjid Allah, tetapi hendaklah mereka keluar tanpa wangi-wangian.” (HR. Abu Dawud, Ahmad) . Dalam riwayat lain, beliau secara tegas mengungkapkan: “perempuan mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian ia pergi ke masjid, maka tidak diterima sholatnya sehingga dia mandi.” (HR. Ibnu Majah). Larangan wangi-wangian ini juga bisa diqiyaskan dengan hal-hal yang mengundang fitnah atau menggoda lawan jenis, seperti pakaian yang ketat, tipis, dan hal yang semacamnya.

MANA YANG LEBIH UTAMA ?
Setelah mengetahui hukum kebolehan seorang wanita sholat di masjid, biasanya hal berikutnya yang sering ditanyakan adalah mana yang lebih afdhol atau lebih utama antara sholat di masjid dan di rumah bagi seorang wanita.  Dalam hal ini kita bisa cermati sebuah riwayat dari dari Ummu Humaid, istri Abu Humaid As Saa’idiy. Wanita itu pernah mendatangi Nabi SAW dan berkata bahwa dia sangat senang sekali bila dapat shalat bersama beliau. Kemudian Nabi SAW pun menjawab : ”Aku telah mengetahui bahwa engkau senang sekali jika dapat shalat bersamaku. …  Shalatmu di rumahmu lebih baik dari shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalatmu di masjidku.” (HR Ahmad). 

Dari riwayat secara umum bisa kita tangkap bahwa sholat wanita di rumahnya lebih baik dari pada di masjid. Namun permasalahan tidak sesederhana itu, para ulama lebih memperinci bahasan ini, salah satunya dengan membandingkan dengan dari sisi berjamaah atau tidak. Karena sudah sama diketahui bahwa sholat berjamaah jauh lebih utama dari pada sholat sendirian, sebagaimana sabda Rasulillah SAW : ”Shalat berjama’ah itu lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim).   Karena itu dalam kondisi pilihan sama-sama berjamaah, maka sholat wanita di rumahnya lebih utama berdasarkan hadits di atas. Namun jika tidak, maka sholat berjamaah tentu lebih utama dari sendirian.

Syeikh Dr. Yusuf Qardhawi, Ketua Persatuan Ulama Muslimin Internasional, memiliki cara pandang yang menarik tentang mana yang lebih afdhol bagi wanita, sholat di rumah atau di masjid. Beliau mengatakan : Sholat wanita di rumahnya lebih utama (afdhol) dari pada sholatnya di masjid, (dengan syarat) jika kepergiannya ke masjid tanpa kepentingan dan manfaat lainnya, jadi hanya sholat saja. Namun jika kepergiannya ke masjid juga untuk mendapatkan manfaat lainnya, seperti mendengarkan ceramah agama, mengikuti kajian keilmuan, mendengarkan tilawah Al-Quran dari para qori, maka kepergian mereka ke masjid menjadi lebih afdhol dan lebih utama.

Sisi pandang inilah yang saat ini dicermati oleh para ulama, khususnya saat sholat tarawih Ramadhan di zaman ini. Jika wanita sholat tarawih di rumah justru malah merasa malas, tidak semangat, tidak khusyuk, ingin cepat selesai, bahkan sebagian tidak berhasil menyempurnakan bilangan tarawihnya, sementara jika sholat tarawih berjamaah di masjid mereka bersemangat, bertemu dengan para saudarinya untuk saling mengingatkan dan meningkatkan ukhuwah, juga mendengarkan ceramah agama, serta lebih khusyuk dengan mendengarkan bacaan para qori yang merdu, maka pada saat itulah kondisi wanita ke masjid menjadi lebih dari sekedar dibolehkan, namun menjadi hal yang baik dan dianjurkan.

Dalam fatwa Nur ala Darbi yang dirilis Lembaga Pusat Fatwa dan Riset Ilmiah Kerajaan Saudi, saat ada pertanyaan : Apakah boleh bagi wanita untuk sholat di masjid bersama kaum laki-laki saat sholat tarawih ? Maka mereka menjawab :  Betul boleh, dianjurkan bagi mereka untuk sholat tarawih di masjid jika dikhawatirkan mereka akan malas saat mengerjakan di rumahnya. Jika tidak, maka sholat dirumahnya lebih utama. Namun jika ada kepentingan untuk ke masjid maka hal itu menjadi tidak masalah. Karena dahulu para wanita sholat bersama Rasulullah SAW lima waktu, walaupun beliau bersabda : “ sholat di rumah lebih baik bagi mereka (para wanita)”.  Namun sebagian wanita bisa merasa malas dan menjadi lemah saat mau menjalankan tarawih di rumahnya. Maka jika keluarnya mereka ke masjid dengan kondisi tertutup, berhijab dan tidak tabarruj (berhias), dengan maksud sholat, dan mendengar ceramah para ahli ilmu, maka mereka akan mendapat pahala karena hal tersebut adalah tujuan yang baik.

Demikian, apa yang bisa kami jawab terkait hukum wanita mengikuti sholat berjamaah secara umum, dan secara khusus saat bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat dan wallahu a’lam bisshowab.

*artikel dimuat di rubrik konsultasi fiqh di majalah Al Abidin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar