30 Jun 2013

Tips Habiskan Gaji ala Ahmad Ghozali

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kesibukan jelang Ramadhan begitu memikat hati, melampaui kesiapan diri tuk berbenah diri menyambutnya. Salah satu yang terlupa adalah agenda update postingan di blog ini. Sudah 20 hari tak menyapa pembaca dengan coretan sederhana dari diri yang hina. Kali ini di Ahad yang ceria, ingin berbagi tema ringan seputar keuangan keluarga. Yang tak lain dan tak bukan adalah inspirasi dari buku "Habiskan Saja Gajimu" karya pakar perencana keuangan Bro Ahmad Ghozali. Sengaja disebut 'bro' disini bukan saja karena usia relatif sama, tapi ternyata juga sempat satu jaman saat menikmati almamater yang sama di Jurangmangu. Beliau angkatan 1998 dan saya adik kelasnya di 1999. Postingan ini dibuat juga karena label " Dunia Buku " di blog ini cukup lama tidak diupdate, berbeda dengan label "download" misalnya. Nah, selamat menyimak .....

----------------------------------

Membaca judul buku saja cukup membuat kita geregetan sejak awal. Sebersit pertanyaan segera mencuat, apa maunya sang penulis buku dengan menghabiskan gaji yang semestinya harus bersaldo untuk investasi. Bagi yang gajinya memang terbiasa habis sebelum waktunya, buku ini tentu akan terasa menampar keras begitu saja, tanpa penghalang suatu apa. Tapi tunggu dulu, ternyata ada yang disembunyikan di balik judul nan memikat itu. Bro Ahmad Gozali ingin membalik kebiasaan banyak orang selama ini -termasuk saya juga tentunya- dalam menjalankan prioritas belanja keluarga.

Hampir semua keluarga tanpa harus ada mengajari dan mengomandoi, seragam dalam membelanjakan gaji bulanannya. Selain tentu saja memperbaiki hubungan bulanan kepada BUMN ternama agar operasional rumah terjaga, seperti PLN, PDAM, dan Telkom, biasanya segera memenuhi keinginan diri untuk memperbaiki tampilan dan sejenisnya. Maka tak heran jika di tanggal muda serempak untuk mengantri di pusat perbelanjaan untuk memenuhi segala cita yang tertunda saat tanggal tua. Memang ada yang fokus ke kebutuhan mendasar keluarga seperti sembako dan alat kebersihan, tetapi tak sedikit juga yang tak setia dengan daftar belanja. Mengambil inisiatif untuk mencari produk guna mengupgrade tampilan diri, agar senantiasa tampil percaya diri dihadapan rekan dan kerabat. Maka tak jarang yang kemudian membeli pakaian baru lengkap dengan aksesorisnya, meski pakaian yang lama pun masih sangat memikat. Bagi yang hobby gadget dan teknologi, racun (godaan) yang didapat dari review perangkat-perangkat baru tentu tak bisa dibiarkan begitu saja. Kesempatan tanggal muda adalah untuk mencoba-coba gadget terbaru dan menguji kecanggihannya, meski bisa saja di tanggal muda harus beralih tangan untuk menebus kebutuhan lainnya. Begitulah tipe standar belanja kita, sehingga saat uang habis untuk belanja, dan membayar cicilang angsuran atau hutang - itupun jika ingat - maka nyaris tak ada saldo lagi untuk menabung, apalagi untuk berbagi dan menunaikan kewajiban sosial keagamaan. Lantas, apa yang disarankan Ahmad Ghozali untuk mengubah itu semua ?

Secara sederhana, dalam buku ini Ahmad Ghozali menyarankan kita agar mengubah kebiasaan tersebut, dengan menjadikan pos pengeluaran sesuai urutan prioritas. Jadi ketika menerima gaji, ada empat hal yang harus diselesaikan secara bertahap, masing-masing adalah : kewajiban sosial keagamaan yang berarti terkait zakat dan sedekah, kemudian kewajiban hutang/cicilan, kemudian investasi atau tabungan, dan yang setelah ketiga itu terselesaikan, barulah kita dibolehkan menghabiskan gaji untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Mengapa harus dengan prioritas demikian ?. Agar selain harta lebih berkah dengan dikeluarkannya zakat dan sedekah, juga agar lepas dari ketakutan debet collector dengan dibayarnya angsuran bank, juga agar kebutuhan di masa depan tetap terukur dan terpenuhi dengan adanya investasi dan tabungan. Sedangkan untuk kebutuhan keluarga sehari-hari pada dasarnya sangat fleksibel dan masih bisa ditekan, bahkan terkadang sebagian besar pengeluaran hanya untuk hal tersebut sehingga melupakan bayar zakat, sedekah, bayar angsuran, apalagi 'sekedar' menabung dan investasi.

Yang saya baca secara sederhana dalam tata urutan prioritas tersebut, bahwa Ahmad Ghozali menginginkan kita untuk menyelesaikan tiga hal utama terdahulu, adapun sisanya mengenai kebutuhan rumah, kita dipaksa dan disarankan untuk melakukan efisiensi (pengiritan), sekaligus juga berani untuk pontang-panting bekerja lebih keras agar terpenuhi juga kebutuhan rumah tangga. Berbeda dengan selama ini yang terpikirkan, bahwa dapur harus tetap mengepul dulu, sehingga yang lain-lain bisa diselesaikan jika ada tambahan rejeki. Sedekah jika ada tambahan rejeki, bayar angsuran jika ada tambahan rejeki, dan investasi atau menabung apalagi. Bayangan sederhananya, sepekan setelah gajian tiga pos pengeluaran telah terpenuhi : zakat sedekah sudah, angsuran sudah, investasi sudah, dan yang tersisa itulah yang harus diperjuangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di hari-hari yang tersisa, entah dengan cara apapun yang penting halal ....he2. Dalam kasus tersebut, jelas buku ini mengajak orang gajian untuk punya usaha sambilan juga agar kebutuhan hidupnya terpenuhi hingga akhir bulan.

Saran ahmad Ghozali tentu sangat menarik untuk dicerna. Bagi yang selama ini gajinya benar-benar telah habis tanpa mampu menyisihkan untuk investasi, atau membayar zakat sedekah, tentu perlu untuk mengevaluasi diri, berarti ada pos pengeluaran belanja rutin yang perlu dirasionalisasi. Namun bagi yang gajinya benar-benar habis-habisan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari, saya rasa harus dituntut untuk 'merasionalisasikan' jumlah gajinya terlebih dahulu sebelum membaca dan merealisasikan apa yang disebutkan dalam buku ini. Bagi mereka yang bukan orang gajian, yang penghasilan keluar masuk tiap bulan min haistu la yahtasib tanpa disangka-sangka , buku ini menjadi penting untuk memastikan prioritas dalam membelanjakan hartanya. Sebagian pengusaha pun bahkan sudah meyakini prinsip easy come easy go, semakin banyak harta disedekahkan maka akan semakin lapang rejeki dan banyak order berdatangan. Begitu pengalaman sebagian orang yang saya kira juga telah banyak dituliskan.

Akhirnya, buku Habiskan saja Gajimu ini benar-benar menuntut kita untuk habis-habisan berupaya di tiga hal : prioritas pengeluaran, rasionalisasi kebutuhan rumah tangga, dan bekerja keras menambah penghasilan. Semoga kita semua mampu mewujudkannya, sebanyak apapaun digit nomor di lembar gajian yang kita terima. Semoga Allah SWT memudahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar