23 Jun 2011

Menggugat Vonis Mati bagi Darsem (Bagian 1)

Darsem bin Dawut (25 tahun) tengah gelisah menunggu 7 Juli. Pada hari itu telah ditentukan jadwal hukuman pancung baginya yang telah diputuskan tahun 2009 lalu. Beruntung bagi Darsem, pihak keluarga korban akhirnya menurunkan tuntutannya(tanazul) dan memberi peluang bagi Darsem untuk lolos hukuman pancung dengan membayar denda (diyat) sebesar dua juta riyal atau setara dengan 4,7 milyar. Terakhir pada Rabu, 22 Juni kemarin, pihak Kementrian Luar Negeri menegaskan bahwa dana tersebut sudah siap dan diambilkan dari anggaran perlindungan hukum. Banyak pihak sedikit bernafas lega dengan hal ini.


Namun perlu juga kita sedikit mengkaji tentang kelayakan vonis mati bagi Darsem yang ditentukan oleh  pengadilan Riyadh, Arab Saudi. Darsem divonis mati karena terbukti bersalah membunuh Waled bin Salem Assegaf, saudara dari majikan tempatnya bekerja. Waled meninggal dengan tidak kurang 45 hantaman benda tumpul bersarang di kepala.  Mengapa Darsem bisa berubah menjadi sekeji itu ? Ternyata terungkap bahwa Darsem mati-matian membela diri saat akan diperkosa oleh Waleed di pagi hari tahun 2007 saat majikannya tengah bepergian dan dirumah hanya ada Darsem, Walid, dan seorang anak majikan yang tertidur pulas di kamarnya.

Sebenarnya sudah menjadi kelakuan Waled menggoda-goda dan merayu Darsem  saat tengah sibuk bekerja, dan Darsem  sama sekali tidak menghiraukannya. Namun naas bagi Darsem, saat ia ingin beristirahat sejenak di kamar tidurnya tiba-tiba saja Waled nyelonong memasuki kamar Darsem dan menindih tubuh Darsem. Spontan Darsem terkejut dan langsung mendorong Waled hingga terjatuh ke lantai. Darsem langsung berlari ke dapur, namun Waled terus mengejar. Darsem pun akhirnya menemukan martil dan dipukulnya kepala Darsem dengan martil itu. Perlawanan berlangsung sengit hingga berakhir dengan terkaparnya Waled.  Darsem pun begitu panik dengan kematian Waled, lalu diambilnya selimut untuk membungkus mayat Waled dan dimasukkan ke Tangki penampungan air. Pada hari itu pula kejadian itu terungkap, dan Darsem ditangkap atas tuduhan pembunuhan.

Secara sederhana, Darsem membunuh Waled dalam rangka mempertahankan diri dan kehormatannya sebagai muslimah dan ibu dari seorang anak. Kebuasan Waled yang ingin memperkosanya menjadikannya naluri mempertahankan diri Darsem memuncak hebat dan akhirnya berujung kepada kematian Waled. Lantas, apakah membunuh karena mempertahankan diri layak mendapatkan vonis mati, terlepas dari perkembangan selanjutnya tentang permakluman dari keluarga korban atas inisiatif KBRI di Riyadh. Saya ingin sedikit mengkaji dengan sederhana hal ini  dalam dua persepktif yaitu fikih dan historis.

Pertama : Perspektif Fikih
Dalam syariat Islam ada beberapa kondisi tertentu yang menjadikan seseorang kemudian ‘dimaklumi’ saat melakukan sebuah pembunuhan atau kejahatan pidana lainnya. Dr. Abdul Qodir Audah, - yang juga meninggal di tiang gantungan- menuliskan dalam buku monumentalnya Tasyri Jinai Al-Islami ( Perundangan Pidana Islam), tentang beberapa sebab dan kondisi tersebut.  Beliau menuliskan sebab yang pertama adalah ad-difa’ syar’iy (mempertahankan diri sesuai syariat). Para fuqoha jauh-jauh hari telah memberikan istilah khusus tentang membunuh karena pertahanan diri dengan sebutan daf’u so-il. Jadi jika seseorang membunuh dalam rangka mempertahankan diri, atau hartanya dari segala gangguan yang kuat dan berlebihan, maka hal tersebut bisa menjadi sebab gugur atau tercabutnya hukuman qishos darinya.

Landasan dalil syari dari hal ini adalah ayat Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW :
Allah SWT berfirman : “Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. (QS Al Baqoroh 194)

Rasulullah SAW bersabda : “ Barang siapa yang dirampas hartanya tanpa alasan yang benar, lalu ia melawan (mempertahankan diri), kemudian ia terbunuh, maka ia syahid “ (HR Tirmidzi dari Abdullah bin Umar)
Rasulluah SAW juga menjelaskan : “ Barangsiapa yang dibunuh karena hartanya maka dia syahid, barangsiapa dibunuh karena agamanya maka dia syahid, barangsiapa yang dibunuh karena darahnya maka dia syahid, barangsiapa yang dibunuh karena membela keluarganya maka dia syahid.” (HR Tirmidzi)

Maka secara fiqh , maka jika yang terungkap di pengadilan tentang pembelaan Darsem itu sepenuhnya benar, maka peluang hukuman Darsem dibatalkan atau setidaknya diringankan tidak sampai ke hukuman mati, seharusnya masih sangat terbuka. Namun tentu saja dibutuhkan usaha pembelaan yang keras dan sungguh-sungguh, dalam hal ini dari pihak KBRI Riyadh, misalnya.

bersambung bagian dua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar