1 Nov 2010

Membela Mbah Maridjan : Mikul Dhuwur Mendem Jero


Tulisan saya sebelumnya tentang sosok Mbah Maridjan sebagai guru ngaji di kampungnya banyak menuai tanggapan. Sebagian memuji karena mendapatkan analisa baru yang menggugah, sebagian lagi masih ragu-ragu dan berhati-hati. Sebagian yang lainnya kritis dalam menanggapi lalu menuangkan setidaknya dua pertanyaan yang tajam menghujam. Pertama adalah menanyakan tentang sujud mbah Maridjan yang menghadap selatan, dan dihubungkan dengan lokasi penguasa laut selatan : Nyi Roro Kidul. Yang keduanya adalah menanyakan sikap mbah Maridjan yang tidak mau mengungsi, apakah bisa tergolong bunuh diri ?. Sungguh sebuah sikap yang kritis dan menarik untuk  kita bahas lebih lanjut.
Sebelum menanggapi dua hal di atas, ingin saya menyampaikan ulang dua hal yang penting terkait tulisan saya terdahulu tentang sosok Mbah Maridjan.

Pertama, bahwa motivasi umum saya menulis sisi lain dan barangkali tersembunyi dari sosok mbah Maridjan adalah menjalankan ajaran Islam yang mulia, yaitu menyebutkan hanya kebaikan-kebaikan saja saat seseorang sudah meninggal. Apalagi bukankah Islam juga menganjurkan kita untuk mendoakan ampunan atas setiap kesalahan orang yang sudah meninggal, lalu buat apa kita harus mengungkit kesalahan –kesalahannya jika memang ada.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila kamu menghadiri orang yang sakit atau orang yang meninggal, maka katakanlah yang baik, maka sesungguhnya malaikat mengaminkan (membaca amin) atas apa yang kamu katakan.” (HR. Muslim). Sebenarnya akhlak seperti ini juga sejalan dengan filosofi jawa, yaitu : mikul dhuwur mendem jero. Mengambil dan mengingat sisi kebaikan seseorang, dan memendam dalam-dalam kesalahan yang pernah diperbuatnya.

Kedua, bahwa apa yang saya tulis tentang sosok Mbah Maridjan yang religius dan sholeh, jauh dari kesan klenik bukanlah pendapat saya sendirian. Ada beberapa tulisan lain yang bersumber dari kesaksian orang-orang terdekatnya tentang keshalehan diri beliau. Bahkan dua tulisan diantaranya justru ditulis jauh sebelum kejadian meninggalnya mbah Maridjan. Saya muat sedikit kutipan dari tulisan-tulisan  tersebut disini agar memudahkan pembaca untuk menyimaknya.

Tulisan Bayu Gautama 30 April 2006

Mbah Marijan bukan sosok penuh misteri, bukan tokoh klenik, bukan pula seperti yang banyak diberitakan di media massa tentang kesaktian dan ilmu-ilmu aneh yang dimilikinya. Lelaki berumur lebih dari 80-an itu adalah orang yang shalih, taat beribadah dan senantiasa merasa dekat dengan Tuhannya. Begitu juga dengan keluarganya, istri dan lima anaknya adalah orang-orang shalih.

Link : http://gawtama.blogspot.com/2006/04/mbah-marijan-lelaki-shalih-dari-dusun.html

Tulisan Bayu Gautama 14 Mei 2006

“ Secara fisik Mbah Marijan memang sudah membaik. Tapi ada yang belum terehabilitasi di diri lelaki tua yang sangat religius itu. Adalah pemberitaan berbagai media tentang sosok juru kunci Merapi ini. Hampir semua stasiun televisi dan media cetak tak henti memberitakan sosok Mbah Marijan sebagai tokoh klenik, memiliki ilmu sakti, tak bedanya dengan dukun dan paranormal, dan embel-embel mistik lainnya. Tentang keteguhannya tak ingin turun pun dijadikan sasaran berita hangat para kuli tinta. Yang diberitakan bukan sisi manusiawinya, bukan pula tentang keteguhannya memegang amanah dari Sri Sultan HB ke-IX untuk menjaga Merapi sebaik-baiknya. Berita tentang dirinya, seringkali bernada minor.

Tayangan demi tayangan tentang Mbah Marijan yang negatif di berbagai media, memicu ‘wisatawan’ untuk berkunjung ke rumah kuncen Merapi itu. Setiap hari rumahnya tak pernah sepi dari kunjungan ‘orang-orang mau tahu’ dan dengan polosnya bertanya, “Mbah sebenarnya Merapi kapan akan meletus?” sebuah pertanyaan dari orang-orang yang mengaku berpendidikan. Berbekal pendekatannya kepada Sang Penguasa langit dan bumi, lelaki bertubuh pendek yang lucu itu pun berucap, “jangan tanya saya, tanyakan kepada Allah. Dia yang mengatur semua, Gusti Allah yang punya kehendak”. “
“ Sesungguhnya, ia lelaki shalih yang terus menerus mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Datanglah kepadanya, dan lihat langsung sosok sebenarnya. Jangan pernah percaya berita yang menggambarkan profilnya yang aneh dan jauh dari kesan agamis. Sungguh, kami memang baru mengenalnya. Tapi yang kami dapatkan tentang Mbah Marijan hanya satu hal; ia lelaki shalih yang teramat sederhana.”

Link : http://gawtama.blogspot.com/2006/05/mbah-marijan-yang-terdzalimi.html

Tulisan detik.com : 28 Oktober 2010

Siapa tak kenal dengan Mbah Maridjan. Pria renta yang merupakan salah satu korban tewas letusan Gunung Merapi ini ternyata adalah sosok yang taat menjalankan ibadah. Setiap suara adzan berkumandang dari masjid yang terletak tak jauh dari rumahnya, Mbah Maridjan langsung bergegas ke masjid meskipun sedang ada tamu misalnya. Para tamu harus menunggu simbah selesai salat berjamaah, atau sekalian ikut salat di masjid.

Bahkan, saat para warga Dusun Kinahrejo diungsikan, Selasa (26/10/2010), Mbah Maridjan malah memilih tirakat di dalam masjid, berharap agar tidak terjadi bencana di kampung halamannya.
Menurut kerabat dekat Mbah Maridjan, Tutur Wiyarto, Mbah Maridjan adalah sosok yang religius. "Beliau orangnya tidak klenik loh, justru muslim yang sangat taat," kata Agus saat diwawancarai tvOne, Rabu (27/10/2010) kemarin petang.

Hal ini tak cuma terjadi saat merapi bergejolak minggu-minggu ini saja, melainkan pada saat Merapi beraktivitas pada 2006 lalu, sikap religius Mbah Maridjan juga memang sudah terlihat.
Jika tiba waktu salat Dzuhur, Mbah Maridjan langsung ke masjid, setelah itu pria renta ini melakukan aktivitasnya sehari-hari yaitu mencari rumput untuk sapi ternaknya, dan baru pulang di sore hari.
Mbah Maridjan juga tidak sakti mandraguna seperti yang dibayangkan orang. Pria bergelar Raden Ngabehi Surakso Hargo ini juga mengaku bukanlah orang yang sakti. Jika ada orang iseng meminta ilmu atau jodoh, Mbah Maridjan langsung menolaknya, menolak bukan karena pelit tapi memang karena tidak bisa.

Link : http://www.detiknews.com/read/2010/10/28/090103/1477107/10/mbah-maridjan-sosok-religius-yang-selalu-tersenyum

Membela Mbah Maridjan : Mikul Dhuwur Mendem Jero
Sekarang mari membahas dua tuduhan yang disangkakan kepada Mbah Maridjan. Pertama tentang sujud beliau yang menghadap selatan. Pertanyaan yang mudah adalah, dari mana mereka tahu hal ini ? Media atau mungkin juga sekedar kasak kusuk di dunia maya bukan ? Tidak ada bukti dan testimoni yang jelas tentang masalah ini. Yang ada justru statement resmi dari Sultan Hamengkubuwono X bahwa beliau meninggal dalam keadaan sholat. Inipun didukung dengan sejumlah kesaksian bahwa beliau memang semakin sering bermunadjat di masjid saat merapi semakin bergolak akhir-akhir ini.

Sehingga secara sederhana, jika memang tidak ada sumber yang jelas  mengapa harus mendahulukan tuduhan keji dan persangkaan  bahwa beliau meninggal menghadap selatan ? . Kalau kita lihat sejarah dan track recordnya beliau yang sholeh dan taat beribadah, adalah hal yang keji menuduh beliau melakukan sujud kepada penguasa ratu selatan. Sesekali hal itu tidak pernah terlintas dalam benak sosok guru ngaji dan aktifis Nadhatul Ulama itu.

Ada saja yang menambahkan bahwa beliau sujud tidak di kamar atau masjid, tetapi di kamar mandi. Astaghfirullah ! Anggap saja bahwa berita itu benar dan sumbernya valid, tetap saja kita bisa memunculkan dugaan yang penuh husnudzhon, bahwa mbah Maridjan memang tidak menyangka bahwa awan panas akan mengarah ke kampungnya, dan ditengah kepanikan dan kerentaannya beliau berusaha mempertahankan diri dengan mencari sumber air di kamar mandi untuk melawan rasa panas yang ada, lalu di akhir kesempatan penuh kepasrahan beliau bersujud untuk menyambut panggilan ilahi !. Sungguh ini dugaan yang sangat memungkinkan jika saja hal tersebut ( meninggal di kamar mandi dan sujud menghadap selatan) benar-benar terjadi. Sayangnya sekali lagi, sumber dari berita-berita tersebut sama sekali tidak berdasar dan tidak kuat. Lagi-lagi mbah Maridjan terdzalimi, bahkan saat telah meninggal dunia sekalipun !

Tuduhan kedua yang tidak kalah kejinya adalah  bahwa Mbah Maridjan bunuh diri dengan tetap kukuh tidak mau mengungsi. Sementara kita semua tahu bahwa bunuh diri dalam Islam adalah hal yang  sangat terlarang. Lalu benarkah tuduhan tersebut ? Mari lihat dengan nurani yang lebih jelas.

Pertama bahwa mbah Maridjan punya metode sendiri dalam memperkirakan letusan merapi. Dengan ilmu titen dan firasatnya beliau berijtihad untuk merasakan bahaya letusan merapi sudah dekat atau masih jauh.
Hasil ijtihad beliau sangat manusiawi dan bisa benar atau salah. Memang ijtihad beliau pada erupsi merapi tahun 2006 benar sehingga membuat nama beliau dikenal. Tapi tidak untuk tahun ini, ijtihad beliau ternyata salah. Berita dari vivanews menyebutkan bahwa hingga detik-detik terakhir beliau masih memegang pendapat bahwa letusan merapi tidak akan mengarah ke dusunya Kinahrejo, tapi hanya akan mengenai daerah lain yang terlokalisir dari penduduk dan melewati aliran sungai yang aman. Inilah hasil ijtihad beliau yang masih dia pegang hingga malam itu, namun ternyata perkiraan beliau kali ini salah. Beliau menolak mengungsi karena memang dikenal ‘bandel’ dalam menjalankan hasil perkiraan beliau tentang situasi merapi. Selain itu beliau juga tidak mengungsi untuk menjaga kepanikan warga sekitarnya. Dalam tulisan di vivanews disebutkan : “ Mbah Maridjan justru berpendapat, jika ia pergi mengungsi, dikhawatirkan warga akan salah menanggapi lalu panik. Mereka dikhawatirkan mengira kondisi Gunung Merapi sedemikian gawat.”.

Jadi dua hal di atas menjadi sebab yang demikian jelas, mengapa beliau kukuh tidak mengungsi. Nah, jika seseorang meyakini sesuatu sesuai dengan pemikiran dan ijtihadnya, lalu ternyata salah dan ia meninggal karenanya, apakah layak dituduhkan bahwa ia bunuh diri ? Tidak dan sekali-kali tidak. Tidak mungkin pula sikap seorang yang bunuh diri dengan jelas menyarankan warganya untuk menyelamatkan diri, beliau mengatakan :  "Saya minta warga untuk menuruti perintah dari pemerintah, mau mengungsi ya monggo,".

Terakhir, saya teringat statemen ringan dari mbah Maridjan saat ditanya mengapa sering membandel untuk tidak mengungsi. Beliau mengatakan :   "Wartawan, tentara, polisi punya tugas. Saya juga punya tugas untuk tetap di sini," Wallahu a'lam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar