21 Okt 2010

Mengkhitbah Wanita yang telah dikhitbah. Mungkinkah ?

Syariat Islam yang Indah menjaga hubungan ukhuwah antar saudara seiman, dari mulai hal yang sederhana, hingga hal yang sensitif seperti khitbah dan lamaran. Karenanya secara umum, dilarang seorang mengkhitbah perempuan yang sudah dikhitbah oleh saudaranya. Namun kenyataan di lapangan, hal ini sering dipahami begitu sempit sehingga akhirnya banyak orang yang terpaksa menerima kenyataan untuk melangsungkan ‘ pernikahan tanpa cinta’ atau juga ‘cinta tanpa pernikahan’.

Banyak yang sempat mempunyai kecenderungan dengan  seorang wanita, dan wanita itupun juga mempunyai kecenderungan yang sama.  Tapi kemudian laki-laki tersebut harus gigit jari kuat-kuat karena tiba-tiba wanita tersebut telah dikhitbah oleh orang lain entah dari mana. Maka ia pun tenggelam dalam penyesalan tanpa tahu harus berbuat apa-apa. Kasus semacam ini, ujung-ujungnya mungkin bisa berakibat perselingkuhan dan lain sebagainya.

Karenanya, tanpa tendensi apapun saya ingin menyarankan bahwa ‘harapan itu masih ada’. Masa depan cinta suci Anda tidak harus pupus begitu saja saat wanita yang Anda suka telah dikhitbah.  Namun semua tergantung keberanian Anda, beranikah Anda ikut turun ke gelanggang dengan ikut mengkhitbah si dia , sebagai bukti kesungguhan dan perjuangan Anda ?

Sungguh, tanpa bermaksud memprovokasi, sebenarnya ada beberapa kondisi yang memperbolehkan kita untuk mengkhitbah wanita yang mungkin telah di khitbah, dan bahasan ini  pun sudah banyak di bahas oleh para ulama . Kondisi tersebut antara lain:

Pertama : Khitbah yang pertama telah jelas di tolak, atau pihak lelaki jelas telah membatalkannya

Dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah saw bersabda:  Seorang mukmin adalah saudara mukmin lainnya. Maka tidak halal bagi seorang mukmin membeli barang telah dibeli saudaranya, dan mengkhitbah wanita yang sudah dikhitbah saudaranya, hingga laki-laki itu meninggalaknnya (HR Muslim).
Untuk kasus ini, berarti Anda memang bersikap cukup pasif dengan senantiasa menunggu-nunggu keputusan baik dari pihak keluarga perempuan, atau juga keseriusan laki-laki yang mengkhitbah.

Kedua : Laki-laki yang mengkhitbah tersebut mengijinkan dan memperbolehkan  Anda ikut mengkhitbah

Dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw bersabda:Dan janganlah seorang laki-laki mengkhitbah (wanita) yang telah dikhitbah laki-laki lain hingga laki-laki yang mengkhitbah sebelumnya meninggalkannya atau diizinkan laki-laki itu (HR Muslim).

Dalam kasus ini mungkin Anda beruntung, karena laki-laki yang telah mengkhitbah tadi adalah seorang yang percaya diri dan gentle, mau bertanding satu lawan satu dengan Anda. Maka ia memperbolehkan Anda mengkhitbah wanita yang juga telah Anda khitbah. Memang jarang tipe model yang semacam ini, tapi bisa jadi anda termasuk yang beruntung saat hal ini terjadi pada Anda.

Bagi keluarga wanita, hal ini harus dipahami dengan baik agar tidak tergesa-gesa menolak khitbah Anda atau laki-laki yang datang kedua, sementara laki-laki pertama telah menyetujui. Tapi ingat, pastikan bahwa Anda dan laki-laki tersebut harus sama-samamempunyai perjanjian yang fair, bahwa ukhuwah tetap solid dan tidak akan terbelah apapun hasil yang akan diterima nantinya.

Ketiga :  Boleh, Jika Anda tahu pasti bahwa belum ada jawaban yang jelas dari pihak perempuan.

Dalam Syarh Sunan Tirmidzi, disebutkan ungkapan Imam Syafi’I : bahwa  Makna hadis : Dan janganlah seorang laki-laki mengkhitbah (wanita) yang telah dikhitbah “  bagi kami, maknanya adalah : jika seorang laki-laki mengkhitbah wanita dan wanita itu ridho (suka) dan cenderung kepadanya , maka tidak boleh seorang pun mengkhitbah wanita itu lagi. Tapi  (sebaliknya) selama belum diketahui  bahwa wanita itu menerima (khitbah) atau cenderung kepada laki-laki tadi, maka tidak mengapa mengkhitbah wanita tersebut.

Dalilnya pendapat imam Syafii di atas adalah hadits Nabi saw. Diriwayatkan oleh Fathimah binti Qais, ketika ia sudah selesai masa iddahnya, ia dikhitbah oleh dua orang, yakni Muawiyah bin Abu Sufyan dan Abu Jahm. Ketika hal itu disampaikan kepada Rasulullah saw, beliau kemudian bersabda: Tentang Abu Jahm, dia tidak meletakkan tongkatnya dari pundaknya (kiasan untuk menunjukkan sifat suka memukul), sedangkan Muawiyah sangat faqir, tidak punya harta. Nikahlah dengan Usamah bin Zaid (HR Muslim). Imam Syafi’I menambahkan : hadits di atas bagi kami, bahwa Fatimah belum memberikan jawaban yang jelas kepada salah satu dari keduanya.

Melengkapi riwayat diatas, mari kita cermati riwayat berikut ini, yang menunjukkan adanya dua khitbah karena belum ada kejelasan dari pihak keluarga perempuan. Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah  : Datang seorang laki-laki pada Rasulullah SAW dan berkata : Ya Rasulullah, kami mempunyai seorang anak gadis yatim yang dikhitbah oleh dua orang, yang satu miskin dan yang satu adalah orang kaya. Dia (anak gadis kami) cenderung (cinta) pada yang miskin, sementara kami lebih menyukai pada yang kaya. Maka Rasulullah bersabda : “ Tidak pernah terlihat (lebih menakjubkan) bagi dua orang yang saling mencintai seperti pernikahan “ (Kitab Al-Luma’ fi asbabil wurud hadits)

Dalam dua riwayat di atas, jelas-jelas ada dua khitbah, tetapi Rasulullah bukannya memarahi sang perempuan dan keluarganya, misalnya dengan kata-kata : mengapa menerima khitbah dua kali ? , tetapi beliau justru memberikan saran tentang pilihan yang semestinya di putuskan. Wallahu a'lam.

Akhirnya, sekali lagi saya mengingatkan bahwa hal-hal yang termaktub di atas jangan di salah gunakan, tetapi di jalankan dengan penuh niatan baik, tanpa tendensi syahwati, dan tetap dengan menjunjung tinggi nilai ukhuwah islamiyah.

Mengapa saya menuliskan ini, karena banyak hasil dari pemahaman yang salah dari larangan khitbah di atas, kemudian membuat banyaknya pernikahan dengan keterpaksaan, yang selanjutnya akan mengarah ke perselingkuhan dan sejenisnya. Naudzubillah

2 komentar:

  1. Mohon Jawaban secepatnya :

    Saya baru saja mengkhitbah seoarang wanita yang sudah berumur melalui Mursid saya.
    namun pada sa'at melakukan khitbah, mursid saya agak kurang santun bicaranya sehingga saya takutkan menyinggung orang tuanya.
    Selang seminggu ada orang datang ke mursid saya menjawab pinangan saya.
    dan mursid saya menerangkan tentang jawaban dari pihak wanita.
    Namun aku ada keraguan dari yang di sampaikan mursid tersebut pada saya. ada sedikit kesan ada yang di tutupi.

    Nah Pertanya'an saya.

    Bolehkah saya mengajukan Khitbah yang kedua kalinya dengan orang lain yang aku tunjuk sebagai utusanku ?

    mohon jawabannya.
    Terima kasih.

    BalasHapus