1 Okt 2010

Adab Menghadiri Resepsi Pernikahan

Bulan Syawal tidak hanya identik dengan kebahagiaan lebaran dan agenda halal bihalal, tetapi juga maraknya acara resepsi pernikahan dimana-mana.  Hari –hari ini pastilah banyak undangan pernikahan yang sampai di rumah kita,baik dari saudara, tetangga maupun rekan sejawat. Syariat Islam yang indah sangat memperhatikan terciptanya hubungan yang harmonis antara sesama muslim, karenanya Islam sangat menganjurkan  kita untuk memenuhi undangan pernikahan.  Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang melalaikan undangan (tidak menghadirinya), maka sungguh ia telah bermaksiat pada Allah dan rasul-Nya (HR Bukhori ).

 Bukan sekedar memenuhi undangan, syariat kita juga mengatur tentang adab seputar menghadiri pernikahan.  Jika agenda resepsi pernikahan senantiasa berulang setiap saat, maka penting bagi kita untuk memperhatikan beberapa adab yang ada, agar kehadiran kita menjadi lebih berkah dan bernilai amal kebaikan. Berikut sebagian kecil adab menghadiri resepsi pernikahan :

 Pertama : Meniatkan Kebaikan dalam menghadiri Resepsi

Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Setiap amal bergantung dari niatnya” ( HR Bukhori Muslim). Karenanya mari kita niatkan menghadiri resepsi untuk membahagiakan hati saudara kita yang mengundang, sekaligus memenuhi kewajiban ukhuwah dalam Islam. Jangan sampai ada sebersit keterpaksaan dalam hati kita saat melangkah menghadiri sebuah undangan. Jangan pula terkotori dengan keinginan pamer kesombongan dan lain sebagainya.

 Bayangkan saja jika kita adalah tuan rumah yang punya hajat, tentu kedatangan para tamu menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri sekaligus kesempurnaan jalannya acara. Karenanya, Islam sangat menekankan kita untuk menghadiri undangan .  Bahkan pada saat berpuasa pun, kita tetap dianjurkan untuk datang. Rasulullah SAW bersabda : “ Jika salah seorang dari kalian diundang, maka hadirilah. Jika ia berpuasa maka hendaknya ia  (datang dan) mendoakan, kalau tidak maka makanlah “ (HR Muslim). Para ulama menyebutkan, sekiranya kita menyadari bahwa kalau kita makan itu akan membahagiakan tuan rumah, maka hendaknya kita membatalkan puasa kita.  Bahkan dalam sebuah riwayat pun disebutkan, suatu ketika ada sahabat yang mengundang jamuan Rasulullah dan para sahabat, tapi ternyata ada salah seorang yang menyendiri terpisah dari tamu lainnya. Saat ditanya ia mengatakan : “saya sedang berpuasa”. Maka Rasulullah SAW pun menyindir secara tegas : “ Saudaramu telah berkorban untukmu (dengan menyiapkan makanan), lalu engkau mengatakan : “ saya sedang puasa “ ?. (HR Darimi)

 Kedua : Menjaga Adab Islami dalam Pakaian dan Pergaulan

Salah satu yang menjadi ciri dalam kebanyakan resepsi pernikahan hari ini adalah cara berpakaian yang berlebihan dan agenda acara yang memungkinkan pencampuran antara laki-laki dan perempuan. Bahkan dalam beberapa komunitas, ada yang mengharuskan dirinya ke salon terlebih dahulu satu dua jam sebelum berangkat ke resepsi pernikahan. Kiranya dua hadits berikut ini bisa memberikan kita gambaran yang lebih jelas, bagaimana seharusnya kita menata tampilan kita saat pernikahan :

Di riwayatkan dari Aisyah RA, katanya ketika Rasulullah S.A.W sedang duduk beristirahat di masjid, tiba tiba ada seorang perempuan golongan muzainah terlihat memamerkan dandanannya di masjid sambil menyeret nyeret busana panjangnya Rasulullah S.A.W bersabda:"Hai sekalian manusia, laranglah istri istrimu (termasuk anak anak remaja perempuan yang mereka miliki) mengenakan dandanan seraya berjalan angkuh di dalam masjid. Sesungguhnya Bani Israil tidak akan dilaknati sehingga kaum perempuan mereka dandanan menyolok (berlebihan) dan berjalan di dalam masjid. (HR  Ibnu majah)

Rasulullah S.A.W bersabda : " perempuan mana saja yang mengenakan wewangian, kemudian keluar rumah lalu melewati orang banyak dengan maksud agar mereka mencium bau harumnya, maka perempuan itu termasuk golongan perempuan yang berzian dan setiap mata yang  memandang itu melakukan zina (HR Al Hakim)

Karena itulah, hendaknya kita memakai pakaian yang baik dan wajar, tidak berlebihan apalagi mengumbar aurat. Begitu pula dalam acara resepsi, hendaknya kita menghindari pencampuran total antara tamu pria dan wanita sebagaimana syariat Islam yang indah mengajarkan. Ini semua agar pandangan kita lebih terjaga dan hatipun tidak ternoda.  Allah SWT berfirman : “ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangannya" (QS An-Nuur: 30)

Ketiga : Tidak Makan Berlebihan atau mencela Makanan

Kata walimah sendiri identik dengan jamuan, karenanya Rasulullah SAW memerintahkan kepada Abdurrahman bin Auf : “ Adakanlah walimah, meski hanya dengan seekor kambing “(HR Abu Daud). Maka saat ini pun hidangan resepsi pernikahan menjadi bagian terpenting dari keseluruhan rangkaian acara resepsi, bahkan bisa jadi menjadi sesuatu yang dinanti-nanti tamu yang hadir. Namun, meskipun makanan yang hidangan begitu rupa ada di hadapan, marilah kita tetap menahan diri untuk tidak berlebihan menikmatinya.  Allah SWT telah mengingatkan dalam firmannya : “Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguh Allah tdk menyukai orang-orang yg berlebih-lebihan (QS Al-A’raaf : 31).

 Begitu pula, terkadang juga kita para tamu mendapati makanan yang kurang disuka atau terasa tidak enak di lidah, maka marilah kita menahan diri untuk mencela makanan tersebut sebagaimana Rasulullah SAW mencontohkan. Dari Abu Hurairah r.a beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Jika beliau menyukai satu makanan, maka beliau memakannya. Jika beliau tidak suka, maka beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari  dan Muslim)

 Keempat : Mendoakan Kedua Mempelai

Yang terakhir hendaklah kita menyempatkan untuk mengucapkan doa keberkahan kepada kedua mempelai secara khusus, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Apabila salah seorang dari saudaramu menikah, ucapkanlah “ baarakallahu laka, wa baaraka’alaika wa jama’a bainakuma fii khair” (semoga Allah mencurahkan berkah atasmu, dan atas kalian berdua, serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan)  (HR Abu Daud dan Tirmidzi).  Doa sepenuh keikhlasan, akan lebih lengkap ditambah satu dua kalimat nasehat dan harapan agar menjadi pasangan yang hebat dalam ibadah dan dakwah.

 Selain doa, sebuah hal yang baik jika kita bisa memberikan hadiah sesederhanan apapun, sepanjang diikuti ketulusan hati dan kecintaan, sebagaimana Ummu Sulaim juga pernah menghadiahkan kepada Rasulullah SAW berupa makanan sejenis bubur, saat pernikahan beliau dengan Zainab.

 Akhirnya, marilah kita jadikan momentum resepsi pernikahan sebagai sarana penguat ukhuwah, menyambung silaturahmi, dan juga kesempatan untuk bertukar nasehat dalam kebaikan dan kesabaran. Semoga Allah SWT memudahkan. Wallahu a’lam bisshowab.

6 komentar:

  1. ustadz, kalo acara walimah kan biasanya kursinya terbatas, trus karena tamunya banyak dan ramai, kebanyakan dari tamu makan/minum sambil berdiri karena ga kebagian kursi. gimana tuh tadz????

    BalasHapus
  2. Salam semua, salam buat master kita ini, nice posting, good article, ana boleh nambahin kan, bila terdapat kemunkaran atau kemaksiatan maka boleh bahkan bisa wajib balik kanan alias pulang saja. Bila kita bisa memperingatkan sohibul hajah agar tidak berbuat kemungkaran tersebut maka boleh tetap hadir tentu setelah sirna kemungkaran itu. Misal dari kemungkaran seperti simbol-simbol yang diyakini mendatangkan manfaat namun bersumber dari agama lain spt hindu budha, atau bercampurnya laki dan perempuan dalam acar itu. Wa Alllohu a'alam.

    BalasHapus
  3. ok dech...kapan nich ngisi kajian pra nikah ?

    BalasHapus
  4. adab semacam itu memang seringkali terlupakan. apalagi untuk kita yang di kampung, dimana hajatan seringkali menumpuk di bulan tertentu. sehari kondangan sampai 5 kali membuat kita menganggap itu sekedar melunasi hutang tanpa berpikir tentang silaturahminya. dan tak jarang kita mengumpat dalam hati karena banyaknya pengeluaran kondangan...

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah,, Artikelx sgt bermanfa'at Ust,, InsyAllah akan diamalkan.

    BalasHapus