24 Jun 2009

Kriteria Teman Sejati - Bagian 2

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh …
Ikhwan dan akhwat fillah, semoga Allah SWT senantiasa mempermudah aktifitas kita dan memberkahinya. Mohon maaf karena kajian ahad pagi yang semestinya saya post kemarin sempat tertunda karena persiapan mengisi seminari RSI Surakarta.

Mari kita lanjutkan pembahasan kita sebelumnya, yaitu tentang kriteria teman sejati bagian dua. Setelah sebelumnya kita membahas tentang dua kriteria : Pemahaman dan Pengamalan Keagamaan serta syarat Kesuburan, maka yang berikutnya adalah :

Ketiga : Hendaknya menikah dengan Gadis Perawan.

Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata : Aku menikah kemudian aku datangi Rasulullah SAW , lalu beliau bertanya : “ Apakah engkau sudah menikah wahai Jabir ?” . Aku menjawab : “ Benar”. Belia bertanya kembali : “ Apakah dengan janda atau gadis ? “ .Maka aku menjawab : “ dengan seorang janda “ . Beliaupun berkata : “ Mengapa bukan seorang perawan hingga engkau bisa bermain dengannya dan ia pun bisa bermain2 dengan mu ? “ (HR Bukhori dan yg lainnya)

Kriteria di atas ini tentunya bukan sesuatu yang mutlak atau sebuah keharusan . Melainkan dianjurkan agar bisa menciptakan kondisi rumah tangga yang lebih dinamis dan romantis. Dalam prakteknya, istri2 Rasulullah SAW yang dinikahi dalam keadaan gadis pun hanya ibunda Aisyah ra. Mengapa gadis ? Rasulullah SAW memberikan alasan : agar engkau bisa bermain-main dengannya dan ia pun bisa bermain denganmu. Ini artinya, secara fitrah potensi seorang gadis lebih dekat pada anak-anak yang tulus , lugu dan ceria. Sehingga memungkinkan untuk dianjak bercanda dengan beragam rupa. Barangkali berbeda dengan janda yang lebih ‘serius’ melihat sebuah pernikahan. Tetapi sekali lagi, setiap orang bisa memiliki potensi untuk ceria dan kekanak-kanakan tanpa meliat usia dan status perawan atau jandanya. Wallahu a’lam.

Keempat : Hendaknya berasal dari keturunan yang baik dari sisi agama dan qonaahnnya.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : Seorang wanita dinikahi karena empat hal : hartanya, nasab keluarganya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang baik agamanya, niscaya engkau akan beruntung” (HR Bukhori dan Muslim)

Hadist di atas memang sebenarnya mewacanakan kriteria pasangan secara umum, dengan penekanan pada unsur agama sebagai prioritas utama. Tapi itu bukan berarti menafikkan kriteria lainnya, semisal : keturunan. Hendaknya kita melihat latar belakang keluarga pasangan kita, khususnya dalam masalah agama dan qonaahnya. Setidaknya menjadi pertimbangan tersendiri, karena bagaimanapun keluarga akan memberikan warna pada kepribadian seseorang.

Kelima : Hendaknya mempunyai wajah yang rupawan atau cantik.

Syarat wajah yang rupawan atau cantik tentu saja bukan syarat utama, apalagi kita juga sama-sama mengetahui bahwa untuk menilai cantik tidaknya seseorang sangat berbeda-beda. Jadi kriteria ini jangan sampai disalah artikan sebagai pelecehan perempuan karena hanya dinilai dari sisi fisik saja. Sejatinya mengapa dianjurkan memilih pasangan yang rupawan juga untuk kepentingan dan manfaat tertentu, yaitu agar lebih menjaga pandangan dan hati serta bertambah kecintaan. Karena itulah memang syariat kita menganjurkan untuk menikah, yaitu untuk menjaga pandangan.

Begitu pula dalam proses khitbah disyariatkan juga an-nadhor atau melihat pasangan, agar benar2 keputusan yang ada bukan sekedar keterpaksaan. Dalam hadits lain juga diisyaratkan hal yang senada tentang kecantikan pasangan : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW ditanya : “ perempuan bagaimanakah yang terbaik ? “. Beliau menjawab, “ yang membuatmu bahagia ketika engkau memandangnya …. “ (HR An-Nasa’i).

Meskipun demikian, jika kecantikan kemudian menjadi hal yang pertama dan utama dalam pilihan kita, maka sesungguhnya akan menyebabkan kerugian di hari-hari berikutnya. Dalam hadist lain disebutkan : “ Janganlah engkau menikahi wanita karena kecantikannya, karena bisa jadi itu akan menghancurkannya ( karena sombong dan ta’ajub) “ (HR Baihaqi)

Keenam : Hendaknya bukan dari kalangan kerabat dekat secara keturunan.

Meskipun dalam Islam dibolehkan kita menikah dengan kerabat dekat yang bukan mahram : semisal sepupu (anak paman/bibi), tapi kita dianjurkan untuk menikah dengan mereka yang jauh secara kekerabatan dengan kita. Hikmahnya tentu menjadi banyak , antara lain :
1- Memperluas persaudaraan dan ta’aruf antar suku atau daerah, sebagaimana tersirat dalam surat Al-Hujurot ayat 13
2- Menjauhkan dari kemungkinan “memutus tali persaudaraan “ , karena bisa terjadi pasangan dari kerabat dekat yang berselisih akan memperluas wilayah konflik menjadi pemutusan hubungan kekerabatan.
3- Menjauhkan dari keturunan yang lemah, sebagaimana dibuktikan dalam kedokteran genetika modern, dan telah disampaikan Rasulullah SAW sejak lama.

Wallahu a’lam bisshowab. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk memahami, mengamalkan dan menyebarkan kebaikan2 dalam pembahasan kita pagi ini. Jazakumullah atas perhatian dan sharenya. Wassalamu’alaikum wr wb.

1 komentar: