31 Mei 2009

Mewacanakan Nikah pada Orangtua

Assalamu’alaikum wr wb …
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang menyatukan hati-hati kita. Semoga forum ahad pagi ini bisa lebih mengikat ukhuwah diantara kita. Sebagaimana sering dalam membuka sebuah majelis, saya menyampaikan beberapa harapan :

Di awal majelis ini mari kita berniat Agar iman kita meningkat Ilmu yang berguna di dapat Ukhuwah kita semakin erat Serta amal semakin semangat

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada Nabi kita Muhammad SAW, keluarga dan sahabat, serta seluruh kaum muslimin yang istiqomah menjalankan risalah islam hingga hari akhir nanti.

Kajian ahad ini (31 Desember 2009) di grup facebook (KAJIAN PRA NIKAH) kita akan sedikit membahas tentang : Rencana Pernikahan dan Orang Tua. Banyak keluhan, curhat atau pertanyaan yang masuk pada saya seputar hal tersebut. Dari mulai pihak orangtua yang ‘shock’ dengan teror dari anaknya yang meminta menikah dengan bertubi-tubi, hingga larangan para ortu pada anaknya untuk menikah karena masalah ekonomi dan yang semacamnya.

Sepertinya banyak alasan para orangtua belum mengijinkan anaknya untuk menikah, bahkan sampai pada tahapan ada yang ‘sakit’ jika anaknya kembali membicarakan tentang pernikahan. Namun diantara sekian alasan itu, barangkali ada beberapa hal yang sering muncul di benak para orang tua tentang pernikahan putra-putrinya.

1. Merasa Pernikahan itu tidak perlu cepat-cepat, bisa nanti-nanti saja, apalagi bagi yang anaknya laki-laki.
2. Merasa sang anak belum mampu dan mandiri secara ekonomi.
3. Merasa khawatir dengan pasangan anaknya nanti, apakah sholeh atau tidak , dan sebagainya. Bahkan mungkin sebagian sudah ada yang menyiapkan jodoh bagi anaknya.

Nah, ada beberapa hal yang perlu dijalankan seorang akh/ukhti sebelum berproses menuju pernikahan. Semuanya dijalankan dengan penuh kesungguhan dan lemah-lembut. Jangan memaksakan ‘niat mulia’ ini dengan cara yang tidak mulia. Beberapa hal tersebut antara lain :

Pertama : Menunjukkan Prestasi dan Kemampuan Diri

Hendaknya para akhi/ukhti bisa menunjukkan pada kedua orangtuanya bahwa mereka ini telah ‘layak’ menikah. Bukan lagi anak kecil yang ingin dimanja, bukan lagi ‘sekedar’ mahasiswa biasa yang menanti-nanti gelar sarjana. Yakinkan orangtua dengan parade prestasi, maka insya Allah akan membukakan hati para orang tua untuk menyatakan : oo.. ternyata anak saya mampu.

Karenanya, berprestasilah terlebih dahulu dan tunjukkan pada orang tua agar mereka bisa tenang saat merestui anaknya berproses menuju pernikahan.
Ingat ungkapan salah satu putri Syuaib yang diabadikan dalam Al-Quran :

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya". (Qoshos 26)

Nah, ketika para orangtua sudah cukup merasa tenang bahwa anaknya punya karakter “ Kuat dan Terpercaya” atau mempunya Performance dan Kredibilitas yang baik, maka insya Allah mereka akan menyetujui setiap usulan dari anaknya, termasuk usulan nikah. Jadi, buktikan dulu pada para orangtua bahwa Anda telah banyak mengukir berprestasi .

Kedua : Memberikan Penjelasan tentang Anjuran Menyegerakan Pernikahan

Terkadang orang-orang tua merasa tenang-tenang saja dengan isu pernikahan. Mereka belum sadar bahwa usia semakin menua dan saatnya untuk menimang cucu telah tiba. Karenanya berikan pemahaman bahwa urusan nikah adalah ibadah mulia yang juga mengikuti kaidah : “ Lebih Cepat Lebih Baik “, hal ini tentu senada dengan isyarat dalam sebuah hadits :
روى أحمد والترمذي عن علي رضي الله عنه: أن النبي قال له، " يا علي: ثلاث لا تؤخرها الصلاة: إذا أتت، والجنازة إذا حضرت، والايم إذا وجدت كفئا ".

Dari Ali ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Wahai Ali, tiga hal yang jangan engkau tunda-tunda (yaitu) : Sholat ketika telah datang waktunya, jenazah yang sudah siap (dimakamkan), dan bujangan yang sudah menemukan pasangannya (yg sekufu) “ (HR Tirmidzi dan Ahmad)

Ketiga : Curhat pada Orangtua tentang Kegelisahan Hati dan banyaknya Godaan di luar sana

Barangkali para orangtua belum sadar sepenuhnya bagaimana kondisi dunia luar yang bisa mengotori hati putra-putrinya. Di sana ada pemandangan syahwati yang bertaburan di jalanan dan sekolahan. Di sana ada satu dua pandangan dan sapaan yang melenakan. Di sana ada ucapan-ucapan indah yang mengotori niat dan hati. Belum lagi dengan iringan lagu-lagu romantis yang senantiasa memprovokasi.

Seorang akhi/ukhti hendaklah dengan jujur menyampaikan kegelisahan ini. Dan dari sanalah kemudian muncul keinginan untuk segera membentengi diri. Mengakhiri segala bentuk romantisme semua yang tiada henti. Sampaikan pada orangtua bahwa anaknya ini ingin menikah untuk menjaga diri dan juga kehormatan keluarga.

Barangkali hadits di bahwa ini bisa jadi bekal untuk berdiskusi :

وفي حديث الترمذي عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (ثلاثة حق على الله عونهم، المجاهد في سبيل الله، والمكاتب الذي يريد الاداء، والناكح الذي يريد العفاف).
Dari Abu Hurairah ra , Rasulullah SAW bersabda : “ Ada tiga orang yang wajib bagi Allah menolongnya : orang yang berjihad di jalan Allah, budak ‘Mukatib’ yang ingin membayar pembebasannya, dan seorang yang ingin menikah untuk menjaga dirinya “ (HR Tirmidzi)

Keempat : Meyakinkan tentang rizki dan tekad kuat untuk mandiri

Sungguh kurang layak mengajukan pernikah pada orangtua jika kantong ini belum terisi dari keringat kita sendiri. Memang ada satu dua kasus dimana orangtua ‘sholih’ sangat inisiatif dalam membantu pernikahan anaknya secara finansial. Barangkali ia terinspirasi dengan Nabi Syu’aib yang begitu kooperatif membantu pernikahan putrinya dengan nabi Musa as. Tapi saya yakin tidak banyak orang tua yang semacam itu.

Nah, jadilah kita harus ‘berjanji-janji’ bak politisi untuk mewujudkan kemandirian ekonomi. Sampaikan langkah-langkah Anda ke depan dalam memenuhi kebutuhan dasar sebuah pernikahan. Jika ada satu dua keluarga yang tulus membantu, terima dengan tangan terbuka tapi tidak dalam arti melenakan kita untuk mencari dengan keringat kita sendiri.

Jangan lupa mengingatkan konsep ekonomi ‘Ketuhanan’ yaitu pernikahan adalah salah satu pintu-pintu rizki di muka bumi ini. Betapa banyak yang menjadi kaya dan bersemangat dalam berusaha saat di rumah telah ada bidadari yang memotivasi. Yakinkan para orang tua dengan ayat monumental tentang pernikahan dan rizki
:وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (النور32)


Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS An-Nuur 32)


Kelima : Menyampaikan bahwa Akhlak dan Agama adalah Prioritas Utama dalam mencari pasangan nantinya
Terakhir, meyakinkan bahwa ‘calon mantu’ nanti adalah sosok yang terpilih karena keshalihan dan agamanya. Bukan sekedar tampan dan cantik karena ini bukan audisi model dan artis, bukan pula sekedar kaya raya karena ini bukanlah membuat perusahaan komersial. Tapi yang dicari adalah dua kriteria utama : Akhlak dan Agamanya.

Perlu juga diingatkan pada para orangtua ini dua karakter ini sejak awal, jangan sampai mereka mengharapkan kriteria bermacam-macam yang barangkali justru tidak islami dan mempersulit anaknya dalam menemukan jodohnya. Cukuplah bagi para orangtua peringatan Rasulullah SAW dalam haditsnya :

وروى الترمذي بإسناد حسن عن أبي حاتم المزني، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: " إذا أتاكم من ترضون دينه وخلقه فأنكحوه، إلا تفعلوا تكن فتنة في الارض وفساد كبير،

Dari Abu Hatim ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Jika telah datang (melamar) padamu seorang yang engkau ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dg anakmu), jika engkau tidak melakukannya maka akan muncul fitnah di muka bumi ini dan kerusakan yang besar “ ( HR Tirmidzi dengan sanad yang baik)

Akhirnya, masih banyak tahapan yang harus akhi/ukhti jalankan sebelum memasuki sebuah proses pernikahan. Akan ada hambatan, bahkan mungkin tangisan, tapi yakinlah itu semua akan semakin mendewasakan dan mengokohkan hati untuk menghadapi lebih banyak lagi tantangan usai pernikahan.

Wallahu a’lam bisshowab. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk memahami apa yang kita kaji pagi ini, menjalankannya dengan sepenuh hati. Serta, -tentu saja- mendakwahkannya pada yang lain.
Wassalamu’alaikum wr wb.

4 komentar:

  1. terimakasih postingannya akh
    sangat memberi inspirasi

    BalasHapus
  2. @shafir : terima kasih juga atas kunjungan dan kommentnya, smeoga bermanfaat

    BalasHapus
  3. Assalamu'alaikum wrwb ya Ustadz

    Subhanallah blognya bagus dan menarik sekali. Tergabung dalam IKADI juga ya ustadz?. Di 2009 alhamdulillah saya pernah ikut LKMD Ikadi sejabodetabek atas ajakan Ust. Idris A. Shomad.

    Ust. mohon saran untuk saudara saya.

    Ada saudara saya yg menjadi tulang punggung bagi keluarga besarnya, sementara penghasilannya pas-pasan. Kemudian ketika ia mewacanakan untuk menikah pada orang tuanya, orang tuanya berkeras harus ada walimah dan katanya "jika tidak ada walimah mending nanti-nanti saja". Bagaimanakah saran terbaik untuknya ya ustadz?

    atas saran dan nasihatnya saya ucapkan terimakasih

    jzzkllah

    BalasHapus
  4. ana ijin share akhi...

    BalasHapus